KEKUASAAN DAN
DISTRIBUSI KEKUASAAN
Kekuasaan adalah konsep di dalam ilmu politik yang paling banyak dibahas
dan dipermasalahkan. Machiavelli,
seorang peinikir filsafat politik dari Florence, Italia, pernah mengatakan bahwa, “Politik adalah sejumlah sarana yang dibutuhkan
untuk mendapat kekuasaan mempertahankan kekuasaan untuk mencapai kegunaan yang maksimal.”
Dan bahkan kekuasaan dipandang sebagai gejala yang selalu terdapat (atau serba
hadir) dalam proses politik.
Hal ini juga
yang dicetuskan oleh sejumlah peinikir realis, seperti :Hans Morgenthau, Edward
H. Carr, Arnold Wolfers, dan George Kennan.Mereka dengan gamblang menyatakan pandangannya bahwa sebagai perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan (struggle
for power) atau istilah yang lain dikatakan bahwa
politik adalah seni menggapai pelbagaikemungkinan (the
art of possible). Maksudnya politik
adalah manusia untuk menggapai semua
atau suatu hal yang tidak mungkin kemungkinan-kemungkinan yang nyata
dengan menggunakan kekuasaan.Keterkaitan Ilmu Politik dengan Konsep Kekuasaan.
Dalam ilmu politik terdapat sejumlah konsep yang
berkaitan era tdengan konsep kekuasaan (power),misalnya, seperti :
1. Influence (pengaruh), kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar orang tersebut mengubah sikap dan perilakunya secara sukarela.
2.
Force, penggunaan tekanan nonfisik guna bertindak sesuai dengan
kehendak yang memerintah seperti : menimbulkan rasa takut ataupun membatasi
pemenuhan kebutuhan biologis (makan dan ininum) terhadap pihak lain.
3. Persuasion (persuasi), yakni kekuasaan yang bersinggungan dengan kemampuan pemberi perintah dalam meyakinkan orang lain
dengan argumentasi logis-rasional untuk melakukan sesuatu.
4. Manipulation (manipulasi), penggunaan pengaruh, dimana orang yang dipengaruhi tidak
menyadari bahwa tingkah laku sebenarnyasedang mematuhi keinginan pemegang
kekuasaan:
5. Coercion atau coercive, peragaan kekuasaan atau ancaman paksaan yang
dilakukan oleh seseorangatau kelompok (biasanya menyertakan tindakan fisik /
kekerasan) terhadap pihak lain
agar bersikap dan berperilaku sesuai dengan kehendak pihak peinilik kekuasaan, termasuk sikap dan perilaku
yang bertentangan dengankehendak yang dipengaruhi.
6.
Authority (kewenangan), atau dalam bahasa Max Weber sebagai otoritas
legal-formal, di mana seseorang meminilikikekuasaan oleh karena legalitas yang melekat dalma dirinya (Surbakti, 1992
:57)
B.Definisi
Kekuasaan
Pengertian atau pemahaman dasar akan kekuasaan, agar ketika kita meletakkannya dalam kerangka kerja politik
yang lebih luas akan lebih mudah untuk dipahami. Membahas tentang kekuasaan
pandangan kita tidak mungkin lepas dari definisi yang
diutarakan oleh ahli sosiologi ternama, MaxWeber (Budihardjo, 1984 : 16).
Max Weber yang menyatakan bahwa“kekuasaan adalah kemampuan untuk dalam suatu
hubungan sosial,melaksanakan kemauan sendiri
sekalipun mengalaini perlawanan, danapapun dasar kemampuan ini”.
Sedangkan Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan mendefinisikan kekuasaan
dengan, “ suatu hubungan di manaseseorang atau
kelompok orang dapat menentukan tindakan seseorangatau kelompok lain agar sesuai dengan tujuan dari pihak
pertama”.Definisi Laswell dan Kaplan sejalan dengan definisi yang ditawarkan oleh Charles Andrain di mana ia
mengatakan bahwa,“Kekuasaan sebagai
penggunaan sejumlah sumber daya (aset,kemampuan)
untuk memperoleh kepatuhan (tingkah lakumenyesuaikan) dari orang lain.”
C.Sumber
Kekuasaan
Sumber kekuasaan dapat berupa kedudukan, kekayaan ataukepercayaan. Misalnya seorang komandan terhadap
anak buahnya atauseorang
majikannya terhadap pegawainya. Dalam kasus ini bawahan dapatditindak jika melanggar disiplin kerja atau melakukan korupsi.
Sumber kekuasaan dapat juga berupa kekayaan. Misalnya seorang pengusaha
kaya mempunyai kekuasaan atas seorang politikus atauseorang bawahan yang mempunyai utang yang belum
dibayar kembali.
Kekuasaan dapat pula bersumber pada kepercayaan atau agama.Dibanyak tempat alim ulama mempunyai kekuasaan
terhadapumatnya,
sehingga mereka dianggap sebagai pemimpin informalyang perlu diperhitungkan
dalam proses pembuatan keputusan ditempat itu.
D.Tipe –
Tipe Kekuasaan
Menurut MacIver
ada tiga pola umum sistem lapisan kekuasaan / piramidakekuasaan, yaitu sebagai
berikut :
1. Tipe
pertama (tipe kasta) adalah sistem lapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas dan kaku. Tipe semacam ini
biasanya dijumpai padamasyarakat
berkasta, dimana hampir – hampir tak terjadi gerak sosialvertikal.
2. Tipe yang
kedua (tipe oligarkis), masih mempunyai garis pemisah yang tegas. Akan tetapi, dasar pembedaan kelas – kelas
sosial ditentukan oleh kebudayaan masyarakat, terutama
pada kesempatan yang diberikan kepada para
warga untuk memperoleh kekuasaan – kekuasaan tertentu. Bedanya dengan tipe
pertama adalah walaupun kedudukan para warga pada tipe kedua masih didasarkan
pada kelahiran ascribed status, individu masih diberi kesempatan untuk naik lapisan.
3. Tipe yang
ketiga (tipe demokratis) menunjukkan kenyataan akan adanya garis pemisah antara lapisan yang sifatnya mobil
sekali. Kelahiranseseorang
tidak menentukan seseorang, yang terpenting adalahkemampuan dan kadang – kadang juga faktor keberuntungan.
E.Wewenang
Kekuasaan
Menurut Max
Weber :Wewenang adalah suatu hak yang telah ditetapkan dalam suatu tata-tertibsosial untuk menetapkan kebijaksanaan –
kebijaksanaan, menentukan keputusan – keputusan megenai persoaln –
persoalan yang penting, dan untuk menyelesaikan pertentangan – pertentangan. Wewenang ada tiga macam, yaitu:
1. Wewenang
Kharismatis (charismatic authority) Wewenang kharismatis merupakan wewenang yang didasarkan pada kharisma, yaitu
suatu emampuan khusus (wahyu, pulung) ayang ada pada diri seseorang. Wewenang kharismatis berwujud suatu wewenang untuk
diri orang itu sendiri dan dapat dilaksanakan terhadap segolongan orang atau
bahkan terhadap bagian terbesar masyarakat.
2. Wewenang
Tradisional (traditional authority) Ciri – ciri wewenang tradisional adalah Adanya ketentuan – ketentuan tradisional yang
mengikat penguasa
yang mempunyai wewenang, serta orang – orang lainnya dalam masyarakat, adanya wewenang yang lebih tinggi ketimbang
kedudukan seseorang yang hadir secara
pribadi, selama tak ada pertentangan dengan
ketentuan – ketentuan tradisional, orang – orang dapat bertindak secara
bebas.
3. Wewenang
Rasional / Legal (rational / legal authority) Wewenang rasional atau legal
adalah wewenang yang disandarkan pada sistem hukum yang berlaku dalam
masyarakat. Sistem hukum disini dipahamkan sebagai kaidah – kaidah yang telah diakui serta ditaati masyarakat dan bahkan yang telah diperkuat oleh negara.
II.DISTRIBUSI
KEKUASAAN
Para scholars ilmu politik telah menciptakan beberapa model yang berbeda untuk
menganalisis soal distribusi kekuasaan. Setidaknya ada tigamodel yang
ditawarkan para sarjana ilmu politik dalam memahaini distribusikekuasaan
(Andrain, 1992 : 154),
pertama
Model elite berkuasa. Menurutmodel ini sumber kekuasaan terpusat pada sekelompok kecil orang saja.
Kedua
Model pularis, di mana kekuasan mulai tersebar diantara beberapakelompok sosial masyarakat. Dan,
ketiga
Model kekuasaan popular atau populis, yang
mengemukakan bahwa sumber kekuasaan telah menyebar luasdi seluruh kalangan
warga negara.
A. Model –
Model Distribusi Kekuasaan
1. Model Elite
berkuasa atau model Elite yang memeirntah. Kosnep mengenai
adanya elite yang memeintah atau berkuasa telah tedapatdalma tulisan Vilfredo
Pareto dalam bukunya The Inind and Society;Gaetano Mosca dalam karyanya The Ruling Class, juga dalam tulisanWright Inills, The Power Elite. Mereka akan
mengemukakan bahwa dalam semua
masyarakat (di manapun dan kapanpun) akan selalu terdapat suatu kelompok
kecil yang berkuasa atas mayoritas warga. Gaetano
Mosca bahkan hanya membagi kategori warga (dalam konteks kekuasaan) ke
dala dua kelompok besar.
Pertama
Kelompok atau klas yang
memerintah (pemerintah), yang teridir dari sedikit orang melaksanakan fungsi politik, memonopoli
kekuasaan, danmenikmatinya.
Kedua
klas yang diperintah, yang berjumlah banyak, dan berkecenderungan dimobilisasi oleh penguasa dengancara-cara yang kurang lebih berdasar hukum dan juga paksaan.
2. Model Pluralis. Asumsi yang
terbangun dalam masyarakat yang relatif demokratis adalah setiap individu menjadi satu anggota suatukelompok atau lebih berdasar pada preferensinya
atas kepentingan-kepentingan yang melatar
belakanginya. Dalam konteks sini kelompok berfungsi sebagai wadah perjuangankepentingan para anggota dan menjadi perantara antara paraanggotanya, sehingga yang dimaksud dengan model
elite yang berkuasa di sini ialah para kelompok yang saling bersaing dan berdialektika sesama kelompok lain dalam mempengaruhi keputusan-keputusan
yang akan dibuat pemerintah deini terlaksananya keinginandan kebutuhan
kelompok.
3. Model kekuasaan popular.
Asumsi yang mendasari model populis ataukerakyatan
adalah demokrasi. Di mana pada sistem politik demokrasi (liberal) yang dibangun adalah sikap
individualisme. Individualisme sendiri diasumsikan sebagai setiap warga negara yang
telah dewasa mempunyai hak meimilih dalam peinilihan umum setiap, warga negara yang sudah
dewasa yang mempunyai ininat yang besar untuk aktif dalam proses politik, setiap warga negara yang dewasa mempunyai kemampuan unutk mengadakan
penilaian tehadap proses politik karena mereka memiliki informasi yang memadai.
Oleh karena kewenangan tidak terbagi aecara merata, makakewenangan atau kekuasaan (agar tidak berperilaku otoirter atau totaliter) harus dialihkan. Alasan lain mengapa kewenangan
atau kekuasaan perlu dilaihkan adalah, bahwa semakin lama seseorang
memegang suatu jabatan. Semakin orang tersebut menganggap dan memperlakukan
jabatan yangdipegangnya
sebagai milik pribadi. Akibatnya. tidak hanya semakin tidak kreatif dia dalam
melaksanakan fmtgsi dan perannya dalam bertugas tetapi jugs semakin cenderung mungkin dalam
menyalahgunakanjabatan untuk kepentingan
pribadi atau kelompoknya. Karena itu, peralthan kewenangan daseseorang atau
kelompok orang kepada orang atau kelompok lain merupakansuatu keharusan.
Menurut Paul
Coun (dalam Surbakti, 1992: 89) secara umum terdapat light
cars peralihan kewenangan. yakni: pertama, turun menurun,yang dimaksud
derngan peralihan kewenangan secara turun menurun ialah jabatan atau kewenangan yang dialihkan kepada
ketuninan atau keluarga pemegang
jabatan terdahulu. Hal ini dapat dilihat dalam sistem politik yang utonarid dan / atau
otokrasi tradisional, kedua peralihan kewenangan
dengancaraptharcyalaiiperalihankewenangan melalui kontrak sosial yang berbentuk
pemulihan umum baik yang dilakukan secara langeung ataupun melalui badan perwakilan rakyat. Hal ml dlpraktikan dalam
sistem politik yang demokratis.Dan ketiga, peralihan kewenangan melalui paksaan
peralihan kewenangansecara paksaan
ialah jabatan atau kewenangan terpalcsa dialihkan kepadaorang atau kelompok lain dengan tidak menurut
prosedur yang sudabdisepakati tetapi
melalui tindak inkonstitusional-kekerasan, seperti paksaantak berdarah
revolusi, dan/ atau kudeta.
B.Sirkulasi
Elit Kekuasaan
Cara pandang lain untuk melihat sirkulasi elite adalah atau yang dapatterjadi, sebagai berikut :
a. Individu – individu dari strata bawah berhasil
memasuki ruang elite yangsudah ada
b. Aktor individu atau
kelompok yang berasal dari strata bawah membuatsuatu kelompok elite baru yang diperhitungkan dan
terlibat dalam perbutan kekuasaan dengan elit
yang sudah ada.
Terdapat tiga bentuk pertukaran atau sirkulasi elite yang berlangsung dalam mekanisme exchange:
1.
Pertukaran atau sirkulasi elite antara pihak pemerintah dengankelompok oposisi yang berasal dari dalam kelas –
kelas politik (political class).
2.
Pertukaran atau sirkulasi elite antara yang tergabung dalam kelompok (political class) dengan kelompok yang pernah berkuasa atau tengahtengah berkuasa.
3.
Pertukaran atau sirkulasi elite antara mereka yang berkuasa (therulling class) dengan mereka yang dikuasai (the
ruled class)
.