Monday, June 24, 2013

5 Kasus Unik Sengketa Merek Dagang di Indonesia



5 Kasus Unik Sengketa Merek Dagang di Indonesia

Jakarta – Merek merupakan sebuah penanda produksi suatu pabrikan. Begitu pentingnya merek sehingga dengan menyebut mereknya saja, orang sudah langsung bisa mengaitkan kepada jenis bendanya, apakah itu makanan ringan, mobil hingga kacamata. Tak heran, merek dagang ini dipersengketakan bila ada pihak yang menirunya.
Semenjak diberlakukannya UU Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dan Hak Paten, merek menjadi dominan dan mempunyai nilai yang sangat tinggi. Alhasil, merek dagang kadang menjadi perebutan yang sengit, baik secara perdata hingga berujung di penjara. Berikut 5 kasus sengketa merek dagang yang unik versi detikcom, Senin (16/7/2012): Jakarta Merek merupakan sebuah penanda produksi suatu pabrikan. Begitu pentingnya merek sehingga dengan menyebut mereknya saja, orang sudah langsung bisa mengaitkan kepada jenis bendanya, apakah itu makanan ringan, mobil hingga kacamata. Tak heran, merek dagang ini dipersengketakan bila ada pihak yang menirunya.
Semenjak diberlakukannya UU Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dan Hak Paten, merek menjadi dominan dan mempunyai nilai yang sangat tinggi. Alhasil, merek dagang kadang menjadi perebutan yang sengit, baik secara perdata hingga berujung di penjara. Berikut 5 kasus sengketa merek dagang yang unik versi detikcom, Senin (16/7/2012):
1. Apartemen & Hotel
Hotel Inter-Continental yang bermarkas di Atlanta, Georgia, Amerika Serikat menggugat PT Lippo Karawaci Tbk sebagai pemilik apartemen The Inter-Continental yang berada di Karawaci, Tangerang. Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), gugatan perusahaan AS ini kandas. Namun di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA), giliran PT Lippo Karawaci Tbk yang gigit jari. Sebab MA pada November 2011 mengabulkan permohonan kasasi perusahaan dari Atlanta tersebut.
Perusahaan perhotelan juga sempat bersitegang dengan nama ‘HOLIDAY’. Kata tersebut dipermasalahkan antara Holiday Inn dan Holiday Inn Resort milik Six Continents Hotel dengan merek Holiday Resort Lombok milik PT Lombok Seaside.
Di PN Jakpus, Six Continents Hotel menang. Namun keadaan berbalik dengan keluarnya putusan kasasi MA yang menyatakan kata ‘HOLIDAY” tidak bisa dipatenkan karena bersifat umum, bukan milik perorangan.


2. Mobil
Mobil mewah Lexus menjadi perusahaan yang wara-wiri menggugat nama sejenis yang dipakai pihak lain. Dimotori perusahaan Toyota Jidosha Kabushiki Kaisha, Lexus pernah menggugat perusahaan piranti komputer dengan nama Lexus Daya Utama. Pada 20 April 2011, MA mengamini permohonan Lexus sebagai pemilik merek tunggal.
Toyota Jidosha Kabushiki Kaisha juga menggugat merek helm Lexus. Lagi-lagi, Toyota Lexus memenangkan dan sebagai pemegang hak ekslusif yang terdaftar sejak 25 Mei 1992 dengan registrasi No.275.609 yang diperbarui pada 25 Mei 2002.
Toyota juga melayangkan gugatan terhadap ban mobil merek Innova. Toyota merasa merek ban tersebut menyerupai merek mobil yang diproduksinya sehingga konsumen bisa dibuat bingung. Permohonan Toyota ini dikabulkan oleh PN Jakpus.

3. Toko & Restoran
Merek toko iStore pernah diperebutkan di pengadilan. Pemilik sah iStore Indonesia, Juliana Tjandra mendapati nama tokonya dipakai di ITC Ambasador, Kuningan, Jakarta Selatan yang belakangan diketahui dimiliki oleh PT BIG Global Indonesia. Juliana pun kaget dan menggugat ‘iStore’ ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Gugatannya dikabulkan dan menyatakan Juliana sebagai pemilik sah merek iStore.
Bagi penyuka masakan Jepang, perebutan merek Resto Itasuki juga masuk ke meja hijau. PT Damai Berkat Bersaudara ini menggugat pengusaha lokal Lie Jayanto Lokanatha, perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa penyedia makanan dan minuman. Namun gugatan PT Damai Berkat Bersaudara kandas di tingkat pertama maupun ditinkat kasasi.
Penggemar masakan padang juga sempat diramaikan dengan perebutan merek restoran padang ternama, RM Sederhana. Pemilik RM Sederhana gerah dengan munculnya RM Sederhana Bintaro. Kata ‘Bintaro” dinilai mendompleng ketenaran RM Sederhana. Kasus ini dimenangkan oleh RM Sederhana, tetapi saat akan melakukan eksekusi, RM Sederhana Bintaro melakukan perlawanan. Kasus ini masih menggantung.

4. Tekstil
Perebutan merek tekstil Sritex antara Duniatex Karanganyar dengan PT Delta Merlin Dunia Tekstil (DMDT/Duniatex) Karanganyar berakhir dengan jalur pidana. Meski akhirnya Dirut PT Delta Merlin Dunia Tekstil Jau Tau Kwan, divonis bebas oleh PN Solo.

PN Jakpus juga pernah menyidangkan baju merek Cressida dan Damor. Akibat pemalsuan merek ini, PT Idola Insani selaku pemilik merk asli merugi miliaran rupiah. PN Jakpus memenangkan gugatan PT Idola Insani. Adapun pemilik Toko Bintang yang memperdagangkan merek palsu tersebut, Suhardi alias Angie akhirnya dijatuhi pidana.

4. Tekstil
Perebutan merek tekstil Sritex antara Duniatex Karanganyar dengan PT Delta Merlin Dunia Tekstil (DMDT/Duniatex) Karanganyar berakhir dengan jalur pidana. Meski akhirnya Dirut PT Delta Merlin Dunia Tekstil Jau Tau Kwan, divonis bebas oleh PN Solo.
PN Jakpus juga pernah menyidangkan baju merek Cressida dan Damor. Akibat pemalsuan merek ini, PT Idola Insani selaku pemilik merk asli merugi miliaran rupiah. PN Jakpus memenangkan gugatan PT Idola Insani. Adapun pemilik Toko Bintang yang memperdagangkan merek palsu tersebut, Suhardi alias Angie akhirnya dijatuhi pidana.

5. Aksesori
Produk kacamata asal Italia merek D&G yang beredar di masyarakat digugat oleh perusahaan aslinya, GADO S.r.L selaku pemegang merek Domenico DOLCE and Srafeno GABBANA. Kacamata palsu dibuat oleh pengusaha lokal asal Surabaya, Tjandra Djuwito.
PN Jakpus pada 21 Juni 2010 menyatakan majelis hakim tidak berwenang mengadili perkata tersebut. Tidak terima dengan putusan tersebut, D&G lalu melayangkan perlawanan kasasi ke MA. Hingga akhirnya MA mengabulkan permohonan D&G.
Perebutan merek juga menyeret Casio Keisanki Kabushiki Kaisha, pemilik merek jam tangan Edifice Casio, perusahaan asal Jepang, berurusan di pengadilan. Dia menggugat Casio versi lokal milik pengusaha K Bing Ciptadi. Pada Juli 2011 lalu, PN Jakpus menyatakan Casio versi lokal harus segera dicabut.

Sumber: www.detiknews.com

Kasus Undang-Undang Perindustrian dan Hak Cipta



KRIYA,DESAIN
DAN INDUSTRI KECIL/MENENGAH
(Kasus Undang-Undang Perindustrian dan Hak Cipta)

Nanang Rizali
dipublikasikan pada Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.2  No.5 September 2002

Abstraksi
Salah satu karya seni kerajinan Nusantara yang mampu bertahan hingga saat ini adalah tekstil tradisional. Untuk menghindari kerancuan dalam pengertian¬nya, istilah seni kerajinan (craft) diidentikan dengan kriya. Dalam prosesnya beragam jenis kriya merupakan kegiatan Vesain' tradisional yang potensial untuk dikembangkan. Desain, selain berarti rancangan juga merupakan proses kreatif yang mempertimbangkan berbagai aspek seperti estetik, bahan, teknik dan fungsi, sehingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. Untuk memenuhi persaingan pasar dan globalisasi, produk kriya dapat dikembangkan melalui sektor industri kecil/ menengah. Oleh karena itu perlu diperhatikan perlindungan hukum terhadap kriya dan desain produk melalui Undang-undang Hak Cipta.
Kata Kunci: kriya, desain produk, industri kecil/ menengah, Undang-undang Hak Cipta

I.          Pendahuluan
Sejak dahulu wilayah Nusantara dikenal sebagai daerah yang strategis dalam jalur perdagangan manca negara, dengan kekayaan hasil buminya seperti rempah-rempah telah mengundang minat bangsa lain. Pada mulanya bangsa-bangsa Eropa seperti Portugis dan Belanda datang untuk berdagang, tetapi lama kelamaan mereka menjadi penjajah. S6telah itu merupakan masa penjajahan Belanda, selama periode ini bangsa Indonesia dikenalkan kepada kebudayaan barat. Hal ini terbukti dengan adanya arsitektur gaya Art Deco di Bandung, Yogyakarta dan Surakarta sebagai nostalgia orang-orang barat. Pada waktu itu Belanda telah mencoba menciptakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) 1926 dan mencoba kerajinan rotan (1935) untuk mengembangkan kerajinan rakyat yang sudah ada.
Sebenarnya masa penjajahan, bangsa kita telah memiliki kepandaian dalam hal kerajinan seperti tenunan, batik, keris dan lain sebagainya. Karakteristik wilayah yang agraris menjadikan kerajinan rakyat bersifat kolektif yang dimiliki oleh kelompok suku-suku. Kerajinan masyarakat pada waktu itu merupakaan kegiatan `desain' tradisional yang hidup dalam kurun waktu yang lama hingga sekarang. Selah satu bentuk kerajinan Indonesia yang mampu bertahan sampai saat ini adalah kerajinan tenun tradisional seperti ikat, selendang, stagen, lurik, songket, batik, dan lain sebagainya. Kerajinan rakyat ini merupakan pekerjaan sampingan dan pada bertani sebagai kegiatan `industri' tradisional (kriya). Karena pada waktu itu penghasilan untuk penghidupan sebagaian besar masyarakat adalah dari sektor pertanian.
Setelah zaman penjajahan, yaitu periode kemerdekaan tahun 1950/1960 bangsa Indonesia mulai mencari pola ekonomi yang sesuai, sehingga mulai digalakkan koperasi. Pada masa ini dimanfaatkan untuk membangun sara fisik seperti gedung atau planologi kota, sehingga mulai saat itu bangsa kita dikenalkan pada teknologi melalui konstruksi bangunan. Hal ini berlanjut sampai masa orde baru (1965), sebelumnya telah dirintis pabrik baja di Cilegon sebagai tahap awal industriali¬sasi di Indonesia. Bersamaan dengan itu dimulainya pelaksanaan Repelita I, pada, masa ini dianggap sebagai masa awal pembangunan Indonesia. Pembangunan pada Pelita I lebih ditekankan pada pembangunan sektor pertanian dan pengembangan industri terbatas pada 7sektor pendukung pertanian sebagai penyebar luasan pengertian teknologi dalam masyarakat. Di antaranya sistem pola tanam kepada teknologi irigasi, sehingga akhirnya Indonesia berhasil berswasembada pangan. Selian mulai berkembangnya industri pertanian dengan berbagai penunjang dan teknologinya, maka sektor industri non pertanian mulai tumbuh, misalnya industri tekstil (1967).
Pada Pelita II ditingkatkan pada usaha untuk penanaman modal asing sebagai penunjang dan prasarana pembangunan industri. Akibat dan itu munculnya alih teknologi sebagai usaha transformasi teknologi untuk memajukan industri. Tetapi dampaknya adalah adanya industri lisensi yang didasarkan pada pola perdagangan, sehingga meningkatkan konsumerisme. Sejalan dengan perkembangan tersebut sekitar tahun 1970 masuknya modal asing juga dengan tenaga ahlinya. Sebenarnya pemerintah bermaksud menumbuhkan sektor industri dengan penanaman modal asing, tetapi karena negara penanam sedemikian majunya, maka perekonomian yang tumbuh bergantung pada teknologi yang tinggi. Apabila diperhatikan dan sejarahnya, maka Indonesia memiliki beberapa kemampuan yang potensial untuk dikembangkan, yaitu `tradisi industri' (kriya) dengan berbagai penyesuaian untuk pengembangan diri seperti teknologinya dengan berorientasi kepada pemakai dan pasar serta lerobosan desain' dan inovatif.
Sepeti kenyataannya banyak negara maju yang mengimpor barang-barang hasil industri menengah yang padat karya. Produk tersebut mempunyai daya saing yang kuat misalnya sepatu, perhiasan, tekstil (busana), mainan anak-anak dan lain sebagainya. Oleh karena itu salah satu upaya yang penting dalam pengembangan sektor industri ini selain penguasaan teknologi adalah kreatifitas dalam hal . menciptakan sesuatu yang baru. Dalam keadaan seperti ini, peranan desain dalam industri menjadi sangat penting. Dengan demikian diharapkan produk-produknya dapat memenuhi tuntutan pemakai (konsumen) dan pasarnya, baik dalam maupun luar negeri.
Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi, transportasi dan persaingan produk. Oleh karena itu kreatifitas dalam penciptaan desain untuk menghasilkan produk baru semakin meningkat pula, sehingga mempunyai dampak mening¬katkan produktivitas dan nilai tambah yang diperoleh dan kegiatan industri. Dalam menghadapi persaingan pasar, terjadi pula cara-cara yang tidak sehat dan tidak wajar melalui pembajakan atau peniruan desain. Hal ini terutama dialami oleh sektor industri kecil/ menengah dan kerajinan rakyat yang sedang berkembang di Indonesia. Dalam keadaan seperti ini diperlukan peranan pemerintah dalam hal menentukan kebijaksanaannya, terutama dalam perlindungan hukum terhadap desain produk industri. Sehubungan dengan itu perlu kiranya dikaji mengenai pelaksanaan peraturan dan Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang Perindustrian dan No. 12 tahun 1997 tentang Hak Cipta.

II.        Peranan Desain dalam Industri
Dalam sejarah negara-negara maju terbukti bahwa perkembangan ekonomi yang berhasil disebabkan karena mereka mengembangkan sektor per¬tanian dan indusrti. Perkembangan kedua sektor ini dimungkinkan berkat memanfaatkan teknologi yang tepat dan sumber-sumber alam yang dimiliki. Keberhasilan disektor industri tidak hanya ditunjang oleh kedua faktor tersebut, tetapi perlu ada komponen lain terutama didalam menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat. Dengan demikian produk industrinya harus memberikan nilai tambah yang tinggi dan efesien. Seperti disebutkan dalam UU No, 17/97 tentang perindustrian, yaitu:
"Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Berdasarkan pengertian industri, maka komponen yang dapat meningkatkan nilai tambah yang lebih tinggi sebenar¬nya adalah Vesaini. Karena melalui suatu rancangan (desain) diharapkan dapat mengembangkan produk dan memberikan penampilan yang khusus, sehingga produk tersebut dapat menurut T. Ariwibowo (1989), pengertin desain produk industri desain produk industri, yaitu merupakan salah satu bentuk dari hak milik intelektual (intelectual property right) adalah ciptaan tentan bentuk konfigurasi atau pola dua dimensi atau tiga dimensi, di sertai atau tidak disertai oleh garis atau warna yang dapat memberikan penampilan khusus pada suatu hasil/ produk industri. Sebagai komoditi yang ditawarkan unsur pelayanan (produk tersebut kepada pengguna) sangat penting. Pelayanan tersebut meliputi pelayanan fisis dan psikhis, bahwa desain hams fungsional, aman dan nyaman bila dipakai, daya gunanya dapat diandalkan (Buchori, 1989: 7).
Oleh karena itu desain mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia, sebab akan memberikan makna/arti bagi pemakai produk. Terutama dapat menambah pengalaman estetis dan memberikan perasaan senang, bangga dan relatif tidak cepat bosan. Dengan demikian pemakai akan merasa puas apabila produk yang dipakainya memenuhi nilai praktis, estetis dan ekonomis. Sedemikian pentingnya peranan desain dalam suatu proses penciptaan produk akan selalu berkaitan dengan masalah pemakai (konsumen). Seperti yang disebutkan oleh Colin Clipsin (1989) dalam artikel yang berjudul The Next Design Decades sebagai berikut:
Merancang berarti menterjemahkan kebutuhan-kebutuhan, tujuan dan
gagasan pemakai, sesuai dengan spesifikasi teknologi, ekonomi, sosial, lingkungan, ergonomi dan gaya serta mempertimbangkan kegunaan
produk, pelayanan/jasa atau lingkungan yang mengacu pada pasar dan pemakai tertentu. (Clipson, 1989: 43)
Dalam kegiatan merancang dan mengembangkan produk industri terdapat beberapa faktor yang hams dipenuhi. Faktor-faktor tersebut adalah merupakan masalah yang hams dipecahkan dalam rangka pelaksanaan proses desain produk industri. Di antara faktor yang hams diperhatikan dalam proses desain adalah sebagai berikut:
-           Usability (dapat dipakai/digunakan)
-           Producapability (dapat diproduksi)
-           Marketability (dapat dipasarkan)
-           Estetika (daya tank estetis)
-           Profitability (dapat memberi keuntungan)
-           Dampak sosial/lingkungan
Dengan diperhatikannya faktor-faktor yang dikemukakan di atas, maka desain lebih berperan dalam memecahkan masalah produk industri. Oleh karena itu desain berarti komponrn dan inovasi teknologi dalam industri, yaitu kemampuan untuk melakukan perbaikan, penyempurnaan atau pengembangan produk yang sudah ada. Dengan demikian produk tersebut akan saja lebih tinggi kualitas¬nya, lebih bagus desainnya tetapi harganya juga dapat terjangkau masyarakat. Dengan terpenuhinya beberapa persyaratan yang hares diperhatikan dalam proses desain produk industri, maka sekaligus akan meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap produk tersebut. Karena masyarakat semakin selektif dalam memilih produk kebutuhan yang sesuai dengan seleranya. Dengan demikian produk industri yang baik (mengandung nilai/ kaidah pada desainnya) akan membentuk perilaku dan pola kehidupan masyarakat. Di antara peranan desian dalam produk industri dapat dilihat dalam kehidupan sehari¬hari seperti pada perancangan sepatu, tekstil/busana, perhiasan dan lain-lain. Pendekatan desainnya lebih menekan¬kan kepada segi visual (estetika) untuk mencapai totalitas bentuk yang sesuai dengan misi produk yang diinginkan atau memperbaiki (menyempurnakan) bentuk produk yang ketinggalan zaman. Keberhasilan suatu produk dalam menghadapi persaingan yang semakin tajam baik dipasaran domestik maupun internasional sangat tergantung pad mutu disainnya. Di samping peranan para perancang (desainer) dalam menciptakan desain yang kreatif, inovatif, dan ekonomis merupakan sumbangan yang sangat besar artinya.

III.       Perlindungan Hukum terhadap Kriya dan Desain Produk Industri
Sebagaimana dikemukakan bahwa `desain' merupakan salah satu bentuk ciptaan dari hak milik intelektual. Oleh karena itu perlu perlindungan hukum kepada desain produk industri untuk mendorong para pencipta agar mengembangkan aktivtias kreativitasnya. Dengan memberikan hak ekslusif kepada pencipta desain dimaksudkan untuk menghindari dari gangguan orang yang memanfaatkan ciptaannya melalui peniruan atau pembajakan. Dalam upaya perlindungan milik intelektual pemerintah Indonesia telah mengambil kebijaksanaan, di antaranya adalah peraturan UU No. 14/97 tentang Perindustrian dan UU no. 12/97 tentang Hak Cipta. Dalam. UU No. 14/97 termuat ball yang mengatur desain produk industri, yang berbunyi:
Desain produk industri mendapat perlindungan hukum yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya dikemukakan:
Barang siapa dengan sengaja tanpa
hak melalukan peniruan desain produk industri sebagaimana dimaksud dalam pasal di atas, dipidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000.000,- (Sepuluh Juta Rupiah). Hal ini dimaksudkan agar para pencipta desain dapat memanfaatkan kreasinya dalam jangka waktu tertentu dan melarang orang lain memakai atau melaksanakan desain termaksud. Sebagai landasan berfikir dari pemberian perlindungan terhadap desain produk industri adalah mengingatkan adanya keterkaitan erat antara desain dan industri. Hal ini dapat disimak dari kedua kepentingan  nya seperti suatu produk hasil olahan industri pada dasarnya ditujukan untuk memenuhi atau kepuasan konsumen. Dengan demikian produk industri tersebut hams mempunyai nilai pakai (kegunaan), estetis dan harganya dapat terjangkau. Suatu desain untuk produk industri yang dikembangkan dalam usaha untuk memperbaik kualitas dan memperhati¬kan selera konsumen. Bukan saja memberikan nilai tambah tetapi akan mampu juga menjadi penunjang industri yang dapat menghemat waktu dan biaya, di samping itu dapat meningkatkan produktifitas yang diperoleh dari kegiatan industri tersebut.
Undang-undang No. 12/97 tentang Hak Cipta, adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menuruc per¬undang-undangan yang berlaku. Tentang pencipta telah diatur sebagai berikut:
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan dan keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Adapun yang dimaksud dengan hasil ciptaan adalah hasil karya pencipta dalam bentuk khas apapun juga dalam lapangan ilmu, seni dan sastra.
Desain sebagai karya seni terapan yang diciptakan berdasarkan kemampuan berpikir, imajinasi, keterampilan dan keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk produk akan memberikan penampilan yang khas, sedangkan istilah pencipta adalah perancang (desainer) yang membuat ciptaan tersebut. Dengan ketentuan bahwa desainer hams menciptakan sesuatu yang ash dalam arti tidak meniru. Mengenai jangka waktu hak cipta yang ditentukan adalah berlaku selam hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia.
Sanksi atas pelanggaran hak cipta diatur dalam Bab VI pasal 44 ayat 1 sebagai berikut:
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan penjara peling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupaih).
dan pada ayat 2 ditegaskan:
Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1) dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Ketentuan di atas dimaksudkan untuk memberikan ancaman pidana dan denda yang lebih berat dibandingkan dengan Sanksi pada UU No. 14/97. Sebagai salah satu upaya penangkal pelanggaran hak cipta dan ketentuan UU Hak Cipta pada umumnya serta lebih melindungi pemegang hak cipta. Berbeda dengan hak cipta yang dimiliki oleh pencipta dengan membuat karya dibidang ilmu pengetahuan, kesenian dan susasteraan. Hak Paten atas suatu penemuan dibidang teknologi adalah suatu hak yang diberikan oleh pemerintah (Kantor Paten) kepada si penemu atas permintaannya. Hak khusus yang diberikan kepada si pemegang paten itu ruang lingkupnya dibatasi, di antaranya ketentuannya adalah sebagai berikut:
Hak paten hanya berlaku terhadap perbuatan-perbuatan untuk tujuan¬-tujuan industri dan perdagangan dan tidak berlaku terhadap perbuatan-perbuatan di luar tujuan tersebut.
Hak paten tidak berlaku terhadap penggunaan barang-barang yang sudah diedarkan dalam pasaran di dalam negeri oleh si pemegang paten atau pemegang lisensinya (BPHN, 1978: 186).
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa desain produk indusri mendapat perlindungan hukum termasuk para pencipta (desanernya) mendapat hak cipta. Oleh karena itu diharapkan agar masyarakat industri menyadari bahwa peniruan atau pembajakan adalah perbuatan kriminal yang melawan hukum. Namun masalahnya bagaimana pelaksanaan peraturan tersebut pada sektor industri kecil/menengah dan kerajinan rakyat khususnya.

IV.       Kriya, Desain dan UU Perindustrian/ UU Hak Cipta pada Industri Kecil/ Menengah
Apabila diperhatian sejarah perkem-bangan sektor industri di Indonesia, maka sebenarnya kita masih tergolong negara dalam proses industrialisasi. Namun sebagai negara yang bersifat agraris, Indonesia telah melakukan kegiatan `industri' sejak kurun waktu yang cukup lama, yaitu kerajinan rakyat (tradisional)/kriya. Pada kerajinan seperti ini terdapat kegiatan `desain' tradisional yang hidup sejak sebelum penjajahan hingga sekarang. Dengan demikian beberapa hasil kerajinan tersebut memiliki nilai budaya yang perlu dipertahankan dan dilestarikan. Karakteristik ini merupakan warisan bangsa Indonesia yang mungkin tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa lain. Hampir di setiap wilayah Indonesia mempunyai ciri-ciri khas daerahnya masing-masing. Hal ini merupakan peluang yang sangat besar bagi pengemban.gan desain di Indonesia dengan berbagai penyesuaian.
Berdasarkan perkembangan sektor industri yang ada selama ini di Indonesia. Secara garis besar jenis industri dibagi menjadi 8 macam, yaitu:
industri semen
industri pulp dan kertas industri mesin dan mesin listrik, kendaraan bermotor
industri kimia dasar aneka industri
industri kecil (Informasi Industri, 1988: 22 - 23).
Menurut. Soeharsono Sagir (1989) terdapat 4 kelompok industri di Indonesia, yaitu:
industri kimia dasar
industri mesin dan logam dasar aneka industri
industri kecil
Dari sekian banyak jenis industri yang kemungkinan dapat dikembangkan terutama jenis aneka industri dan industri kecil. Karena produk hasil industri tersebut mempunyai potensi pemasaran yang cukup memuaskan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dengan demikian pada jenis industri semacam ini desain mem¬punyai potensi untuk dapat dikembang¬kan, terutama produk kriya.
Sesuai dengan karakteristik industri kecil itu sendiri yang memiliki berbagai keterbatasan dan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh. Oleh karena itu pengembangan sektor industri kecil dan seni kerajinan (kriya) rakyat dilaksanakan secara terpadu dengan memanfaatkan seumber daya dan potensi yang dimiliki oleh masyarakat. Selain sifatnya yang tidak modal karya tetapi padat karya, maka digunakan teknologi madya (sederhana) yang tepat guna yang sesuai dengan kemampuan daya serap perajin.
Sehubungan dengan pengembangan sektor industri melalui pemanfaatan desain sebagai peluangnya. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah perlunya perlindungan hukum dan hak cipta bagi desain dan para pencitanya. Karena beberapa perusahaan dan kelompok industri kecil/menengah telah berhasil mengembangkan produknya melalui pengbangan `desain' secara tradisional dengan berbagai penyesuaian seperti teknologinya atau pengembangan ke arah modern (masa kini) dan multi fungsi. Kebanyak produk yang dibuat adalah keperluan sehari-hari (consumer goods) seperti tekstil/busana, sepatu dan produk kulit, perhiasan atau alat-alat rumah tangga yang lebih menekankan pendekatan desainnya kepada aspek visual (estetik).
Berdasarkan basil pengamatan didua perusahaan yang tergolong pada jenis industri kecil dan kerajinan. Ternyata mereka mengandalkan desain sebagai ujung tombak perusahaan untuk keberhasilan pemasaran produknya. Sebagai contoh adalah DoddieCraft yang bergerak dibidang tekstil dan craft telah membentuk unit desain. Di samping perusahaan sepatu dan kulit Hasna Cibaduyut telah membuat tim desain yang terdiri dan desainer produk, teknisi dan pemasaran dalam usaha mengambangkan desain produk dan sisa bahan kulit yang dapat memberikan nilai tambah. Kedua perusahaan tersebut juga telah membentuk unit R&D sebagai sarana untuk meningkatkan mutu bahan, teknis, desain dan pemasaran produk. Pendekatan dan strategi desain yang dilakukan oleh kedua perusahaan, yaitu berorientasi kepada pemakai dan pasar produknya bersifat eksklusif untuk memperoleh segmen pasar tertentu.
Menurut UU No. 14/97 tentant per-industrian dijelaskan bahwa desain-desain yang diciptakan telah mendapat perlindungn hukum selama desain yang diciptakan itu ash artinya bukan tiruan. Tetapi umumnya mereka tidak men¬daftarkan desainnya untuk mendapat¬kan hak cipta. Perusahaan-perusahaan ini cenderung memanfaatkan perubahan selera dengan menciptakan desain produk yang barn. Oleh karena itu tidak begitu memperdulikan adanya peniruan atau pembajakan. Bahkan mereka memanfaatkan suasana per-saingan seumber ide untuk inovasi produk.
Permasalahan atau kasus yang ditemukan di perusahaan yang termasuk jenis industri kecil seperti halnya DoddieCraft dalam pelaksanaan UU No. 12/97, tentang Hak Cipta adalah:
a.         Ide dasar dari desainnya bersumber dan tekstil tradisional, misalnya celup ikat dan batik.
b.         Desain dikerjakan secara tim dengan pelaksanaannya orang lain, atau tim itu sendiri.
c.         Pencipta (desainer) terikat oleh hubungan kerja di perusahaan.
Untuk memecahkan masalah-masalah di atas perlu kiranya dikaji pasal demi pasal dari UU tentan Hak Cipta. Misalnya untuk kasus yang pertama (a), maka disebutkan bahwa:
(1) Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah dan benda budaya nasional lainnya.
(2) a. Hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi dan karya seni lainnya dipeliara dan dilindungi oleh negara.
b. Negara memegang hak cipta atas ciptaan tersebut pada ayat 2.a. terhadap luar negeri.
Kasus ini muncul karena salah satu dan misi perusahaan adalah mengembangkan "desain" tradisional. Dengan demikian jika DoddieCraft berusaha melestarikan benda budaya tersebut melalui pengembangan atau memperkaya kebudayaan sendiri serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia, maka tidak menolak kemungkinan unsur-unsur barn selama menuju kearah adab, budaya dan persatuan. Karena karya seni tradisional dan kerajinan tangan adalah merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah. Seperti antara lain batik, seni songket, ikat dan lain-lain yang dewasa ini ber¬kembang dan dimodernisasi ciptaannya.
Untuk kasus kedua (b) tentang "tim desain", maka dijelaskan bahwa:
Suatu ciptaan terdiri dan beberapa bagian tersendiri yang diciptakan dua orang atau lebih, maka yang dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu, atau jika tidak ada orang itu, orang yang menghimpunnya, dengan tidak mengurangi hak cipta masing-masing atas bagian ciptaannya.
Mengenai siapa penciptanya maka berdasarkan UUHC, walaupun desian tersebut diciptakan secara bersama-sama oleh lebih dari seseorang, shingga tercipta suatu desain yang utuh. Hak cipta atas ciptaan tersebut tetap hanya satu, mereka semua mempunyai hak dan kewajiban untuk membela hak cipta tersebut. Dengan demikian perlu diperhatikan jika dalam mencipta yang terdiri dari dua orang atau lebih. Sedini mungkin hendaknya dibuat perjanjian yang memuat hak dan kewajiban masing-masing.
Tentang pelaksana desain, disebutkan bahwa:
Jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang, diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain dibawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, maka penciptanya adalah orang yang merancang ciptaan itu.
Sebagai contoh kelanjutan dan pelaksanaan desain busana adalah proses pertenunan dan penjahitan. Oleh karena itu orang yang menenun dan menjahit bahan bukanlah sebagai pencipta, karena mereka bekerja dibawah pengawasan desainer tekstil/ tim desainer.
Untuk kasus ketiga (c), tentang pencipta yang terikat hubungan kerja, ditegaskan bahwa:
Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan kerja dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, maka pihak yang membuat karya cipta itu sebagai pencipta adalah pemegang hak cipta, kecuali apabila' diperjanjikan lain antara kedua pihak.
Dengan munculnya kasus ini karena di DoddieCraft bekerja beberapa orang desainer tekstil yang menciptakan desain dalam statusnya sebagai karyawan perusahaan (dalam rangka hubungan kerja). Dengan demikian pihak penciptannya adalah desainer tekstil sebagai pemegang hak cipta, kecuali kalau ditentukan lain dengan perjanjian.
Dan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka segala permasalahan (kasus) yang dihadapi oleh para perusahaan di lingkungan industri kecil khususnya di DoddieCraft dapat diatasi, yaitu melalui ketentuan-ketentuan yang diatur pada UU No. 12/97 tentang Hak Cipta. Meskipun masing ada permasalahan khusus bagi perusahaan tekstil, yaitu ketentuan yang mengatur mengenai adanya perubahan desain tekstil yang relatif lebih cepat, dibandingkan dengan perubahan desain produk kebutuhan manusia yang lainnya. Hanya masalah¬nya apakah para pengusaha sudah menyadari akan pentingnya hak cipta?. Di samping apakah mereka telah berusaha untuk mendaftarkan desain ciptaannya dengan mengajukan permohonan kepada Menteri Kehakiman dan HAM. Untuk mendapatkan pengesahan atas isi, arti atau bentuk dari ciptaan yang didaftarkan.

V.        Penutup
Dalam mengamati perkembangan kriya, desain dan industri di Indonesia, maka khususnya pada sektor industri kecil prospeknya terbuka luas untuk meningkatkan komoditi ekspor maupun domestik. Kreatifitas pencipta kriya dan desain dalam menghasilkan produk¬produk baru semakin meningkat dengan mengembangkan potensi dan kemampuan yang ada. Oleh karena itu untuk memberikan dorongan kepada pencipta dalam mengembangkan aktifitas kreatifitasnya, diperlukan perlindungan hukum terhadap desain dan penciptanya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari dari gangguan orang lain yang memanfaatkan ciptaannya melalui peniruan atau pembajakan.
Pemerintah Indonesia telah berusaha menentukan kebijaksanaannya untuk memberikan perlindungan hukum bagi desain dan penciptanya sesuai dengan kepentingan nasional. Di antara kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh pemerintah adalah UU No. 14/97 tentang perlindungan Perindustrian dan UU No. 12/97 tentang Hak Cipta. Perlindungan ini diberikan terhadap desain produk industri dengan memberikan hak khusus kepada pencipta desain untuk memanfaatkan kreasinya dalam jangka waktu tertentu. Sistemnya diarahkan agar hak yang diberikan kepada pencipta tidak bertentangan atau merugikan masyarakat.
Namun selama ini masih terdapat masalah-masalah sehubungan dengan belum dipahaminya pengertian dan kurang berkembangnya kesadaran di masyarakat. Terutama mengenai konsep hukum dan norma moral perlindungan milik intelektual, untuk itu masih memerlukan waktu. Salah satu faktornya adalah karena dalam lingkungan industru kecil/menengah khususnya masih taraf berkembang, dan kerajinan rakyat dengan `desain' tradisional ke arah teknologi tepat¬guna/madya dan terebosan baru. Dengan demikian masalah perlindungan hukum bagi desain dan penciptanya belum begitu terperhati¬kan.
Khususnya untuk kriya dan desain yang bersifat tradisional dan erat kaitannya dengan nilai budaya daerah serta desain tekstil yang perubahannya relatif cepat. Sistem perlindungannya masih memerlukan pengaturan tersendiri, di samping perlunya penyebar luasan informasi tentang perlindungan hukum bagi desain dan penciptanya. Dengan adanya permasalahan (kasus) yang dihadapi oleh para pengusaha industri kecil/ menengah diharapkan dapat memper¬jelas dan memecahkan masalah¬masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan Undang-undang Hak Cipta. Dengan demikian masyarakat produsen, khususnya industri kecil/ menengah akan menyadari pentingnya perundang-undangan yang berlaku, serta dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.

Sumber: Rizali, Nanang (2002) KRIYA,DESAIN DAN INDUSTRI KECIL/MENENGAH (Kasus Undang-Undang Perindustrian dan Hak Cipta). Wacana Seni Rupa, 2 (5). pp. 1-15. ISSN 1411-4852