HAK
PATEN
A.
Definisi
Hak Paten
Hak
paten adalah hak eksklusif yang
diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang
teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya
tersebut kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (http://www.dgip.go.id/paten)
B.
Undang-Undang
Hak Paten
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN
1989 TENTANG PATEN.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 3 dan angka 5 diubah, sehingga
keseluruhan Pasal 1 berbunyi sebagai berikut :
" Pasal 1
1. Paten adalah hak khusus yang diberikan
Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama
waktu tertentu melaksanakan sendiri
penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.
2. Penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi, yang dapat berupa
proses atau
hasil produksi atau penyempumaan
dan pengembangan proses atau
hasiI produksi.
3. Penemu adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang
yang secara bersama-
sama melaksanakan kegiatan yang menghasilkan penemuan.
4. Pemegang
Paten adalah penemu sebagai
pemilik paten atau orang yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari
orang tersebut di atas, yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten.
5. Pemeriksa Paten adalah
pejabat yang karena keahliannya diangkat oIeh Menteri, atau
Kantor Paten lntemasional untuk
melakukan penelusuran dan pemeriksaan terhadap permintaan paten.
6. Menteri adalah
Menteri yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya meliputi pembinaan paten.
7. Kantor Paten adalah
satuan organisasi di lingkungan departemen yang melaksanakan tugas dan kewenangan di bidang paten.”
2. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 3 berbunyi
sebagai berikut :
" Pasal 3
(1) Suatu penemuan dianggap baru, jika pada saat pengajuan permintaan paten penemuan tersebut tidak sama atau tidak merupakan bagian dari penemuan terdahulu.
(2) Penemuan terdahulu sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) adalah penemuan yang pada
saat atau sebelum :
a. tanggal pengajuan
permintaan paten, atau
b. tanggal penerimaan permintaan paten dengan
hak prioritas apabila permintaan paten diajukan dengan hak prioritas, telah diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan yang memungkinkan seorang
ahli
untuk melaksanakan
penemuan tersebut, atau
telah diumumkan di Indonesia
dengan penguraian lisan atau melalui peragaan penggunaannya atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan penemuan tersebut.
3. Ketentuan Pasal 4 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 4 berbunyi
sebagai berikut :
" Pasal 4
(1) Suatu penemuan tidak dianggap
telah diumumkan jika dalam
jangka waktu paling lama 6 (enam)
bulan sebelum permintaan paten
diajukan :
a. penemuan
itu telah dipertunjukkan dalam suatu pameran internasional di Indonesia
atau di luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi atau dalam
suatu pameran nasional di Indonesia
yang resmi atau diakui sebagai resmi;
b. penemuan itu telah digunakan
di Indonesia oleh penemunya dalam rangka percobaan dengan tujuan penelitian dan pengembangan.
(2) Penemuan juga tidak dianggap
telah diumumkan apabila
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebelum permintaan paten diajukan,
ternyata ada orang lain yang
mengumumkan dengan cara melanggar kewajiban untuk menjaga
kerahasiaan penemuan yang bersangkutan.
4. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga keseluruhati Pasal 6 berbunyi
sebagai berikut :
(1) Setiap penemuan
berupa produk atau proses yang baru dan memiliki kualitas penemuan yang sederhana tetapi mempunyai
nilai kegunaan praktis
disebabkan karena bentuk
konfigurasi, konstruksi atau komponennya
dapat
memperoleh perlindungan hukum dalam
bentuk Paten Sederhana.
(2) Syarat
kebaruan pada penemuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah terbatas bagi penemuan sederhana yang
dilakukan di Indonesia.
5. Ketentuan
Pasal
7
diubah
dengan
menghapus
ketentuan
huruf
b
dan
huruf
c,
sehingga
keseluruhan Pasal 7 berbunyi
sebagai berikut :
" Pasal 7
Paten tidak diberikan
untuk :
a. penemuan tentang proses atau basil produksi
yang pengumuman dan penggunaan atau
pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum atau kesusilaan;
b. dihapus;
c. dihapus;
d. penemuan tentang metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan hewan. Tetapi tidak menjangkau
produk apapun yang digunakan atau berkaitan dengan metode tersebut;
e. penemuan tentang teori dan metode di
bidang ilmu pengetahuan
dan matematika.
6. Ketentuan Pasal 9 ayat
(1) diubah. sehingga keseluruhan Pasal 9 berbunyi sebagai berikut
:
" Pasal 9
(1) Paten diberikan
untuk jangka waktu selama 20 (dua
puluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan Permintaan paten.
(2)
Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu
paten dicatat dalam
Daftar Umum Paten
dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten. "
7. Ketentuan Pasal 10 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
" Pasal 10
Paten sederbana diberikan untuk jangka waktu selama
10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal diberikannya Surat Paten
Sederhana.
8. Ketentuan Pasal 17 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 17 berbunyi sebagai berikut :
(1) Pemegang Paten memiliki
hak khusus untuk melaksanakan
paten yang dimilikinya, dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya:
a. dalam hal paten produk
: membuat, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan,
memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten;
b. dalam hal paten proses : menggunakan proses produksi yang
diberi paten untuk membuat
barang dan tindakan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam
huruf a.
(2)
Dalam hal paten
proses,
larangan
terhadap orang lain yang tanpa persetujuannya
melakukan impor sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) hanya berlaku terhadap impor produk yang semata-mata dihasilkan dari penggunaan paten proses yang bersangkutan.
9. Ketentuan Pasal 18 diubah dengan menambahkan ketentuan
baru yang dijadikan
ayat (2) dan ayat
(3), sehingga keseluruhan Pasal 18 berbunyi sebagai berikut :
" Pasal 18
(1) Pemegang Paten wajib melaksanakan
patennya di wilayah
Negara Republik Indonesia.
(2)
Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) apabila pelaksanaan paten tersebut
secara ekonomi hanya layak bila dibuat dengan skala regional.
(3)
Pengecualian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat disetujui Kantor Paten apabila diajukan
permintaan tertulis oleh Pemegang
Paten dengan disertai alasan dan bukti-bukti yang diberikan oleh
instansi yang berwenang.
(4) Syarat-syarat mengenai pengecualian dan tata cara pengajuan permintaan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
10. Ketentuan Pasal 21 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut :
" Pasal 21
Dalam
hal suatu produk diimpor
ke Indonesia dan proses untuk membuat produk yang
bersangkutan telah dilindungi
paten berdasarkan Undang-undang ini, maka Pemegang Paten proses yang bersangkutan berhak atas dasar ketentuan Pasal 17 ayat
(2) melakukan upaya
hukum terhadap produk yang diimpor
tersebut, apabila
produk tersebut telah
dibuat di Indonesia dengan menggunakan
proses yang dilindungi paten.”
11.
Ketentuan
Pasal 22 dihapus.
12. Ketentuan Pasal 33 ayat
(2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 33 berbunyi sebagai berikut
:
" Pasal 33
(1) Permintaan paten dianggap
diajukan pada tanggal penerimaan surat permintaan paten
oleh Kantor Paten, setelah
diselesaikannya pembayaran biaya sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 25.
(2) Tanggal penerimaan permintaan paten adalah tanggal pada saat Kantor Paten menerima
surat permintaan paten yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30.
(3)
Tanggal penerimaan
surat permintaan paten dicatat secara khusus oleh Kantor Paten.
13. Ketentuan Pasal 39 ayat
(I) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 39 berbunyi sebagai berikut:
" Pasal 39
(1) Permintaan paten dapat diubah dengan cara menambah atau mengurangi jumlah klaim dengan ketentuan bahwa perubahan
tersebut tidak boleh menambahkan hal yang baru sehingga memperluas lingkup penemuan yang telah diajukan dalam permintaan semula.
(2)
Perubahan permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dianggap
diajukan pada tanggal yang sama dengan permintaan semula.
14. Ketentuan Pasal 40 ayat
(1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 40 berbunyi sebagai berikut
:
" Pasal 40
(1) Perubahan permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dapat
diajukan secara terpisah dalam satu permintaan atau lebih, tetapi dengan ketentuan bahwa lingkup perlindungan yang dimintakan dalam setiap
permintaan tersebut tidak boleh menambahkan hal yang baru sehingga memperluas lingkup perlindungan yang telah diajukan dalam permintaan semula.
(2) Dalam hal perubahan
tersebut berupa pemecahan permintaan
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), permintaan tersebut dianggap diajukan pada tanggal yang sama dengan tanggal pengajuan
permintaan semula.”
15.
Ketentuan
Pasal 42 dihapus.
16.
Ketentuan
Pasal 43 dihapus.
17.
Ketentuan
Pasal 44 dihapus.
18. Ketentuan Pasal 47 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 47 berbunyi sebagai berikut :
" Pasal 47
(1) Kantor
Paten mengumumkan permintaan paten
yang telah memenuhi ketentuan Pasal 29 dan Pasal 30 serta permintaan tidak ditarik kembali.
(2)
Pengumuman dilakukan :
a. 18 (delapan belas) bulan setelah tanggal penerimaan permintaan paten; atau
b.
18 (delapan belas) bulan setelah tanggal penerimaan permintaan paten yang pertama
kali apabila permintaan paten diajukan
dengan hak prioritas.”
19. Ketentuan Pasal 49 huruf b dihapus
dan ditambahkan dua ketentuan baru yang dijadikan huruf f dan g, sehingga keseluruhan Pasal 49 berbunyi
sebagai berikut :
" Pasal 49
Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan :
a. nama dan alamat
lengkap penemu
atau yang berhak
atas penemuan dan kuasa apabila permintaan diajukan melalui
kuasa;
b. dihapus;
c. judul
penemuan;
d. tanggal
pengajuan
permintaan
paten
atau dalam
hal permintaan paten
dengan hak prioritas : tanggal, nomor dan negara di mana permintaan paten yang pertama
kali diajukan;
e. abstrak;
f. klasifikasi penemuan;
g. gambar,
jika ada.”
20.
Ketentuan
Pasal
56
diubah dengan menambah ketentuan
baru
yang
dijadikan
ayat
(4),
sehingga keseluruhan Pasal 56 berbunyi sebagai berikut:
" Pasal 56
(1) Permintaan
untuk dilakukannya
pemeriksaan substantif harus
diajukan paling lambat
dalam waktu 36 (tiga puluh enam) bulan sejak
tanggal penerimaan permintaan paten,
tetapi tidak lebih
awal dari tanggal berakhirnya pengumuman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48.
(2) Apabila permintaan pemeriksaan tidak dilakukan
setelah batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) lewat, atau biaya untuk itu tidak dibayar, permintaan paten dianggap telah ditarik kembali.
(3) Kantor Paten memberitahukan secara tertulis anggapan mengenai ditariknya kembali permintaan paten tersebut kepada orang yang mengajukan permintaan paten,
dengan tembusan kepada penemu atau yang berhak
atas penemuan apabila
permintaan paten
diajukan oleh kuasanya.
(4) Pemeriksaan substantif yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) baru
dilaksanakan Kantor Paten setelah berakhirnya masa pengumuman tersebut.”
21. Ketentuan Pasal 58 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 58 berbunyi sebagai berikut :
" Pasal 58
(1) Untuk keperluan
pemeriksaan substantif, Kantor Paten dapat meminta bantuan
ahli dan atau menggunakan fasilitas yang di perlukan kepada instansi Pemerintah lainnya
atau Pemeriksa Paten pada Kantor Paten lain.
(2) Penggunaan bantuan ahli atau fasilitas atau
Pemeriksa Paten pada Kantor Paten
lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap
dilakukan dengan memperhatikan ketentuan mengenai kewajiban untuk menjaga kerahasiaan penemuan yang dimintakan paten.”
22. Ketentuan Pasal 59 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 59 berbunyi sebagai berikut :
" Pasal 59
(1)
Pemeriksaan
substantif dilaksanakan oleh Pemeriksa
Paten sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 5.
(2) Pemeriksa Paten pada
Kantor
Paten berkedudukan
sebagai pejabat fungsional
yang
diangkat dan diberhentikan oleh Menteri berdasarkan syarat-syarat
tertentu.
(3)
Kepada Pemeriksa
Paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan jenjang dan tunjangan fungsional di samping
hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
.
23. Ketentuan Pasal 60 ayat
(2) diubah. sehingga keseluruhan Pasal 60 berbunyi sebagai berikut
:
" Pasal 60
(1) Dalam hal Pemeriksa
Paten melaporkan bahwa penemuan yang dimintakan paten ternyata
mengandung ketidakjelasan atau kekurangan lain yang dinilai penting. Kantor
Paten memberitahukan
secara
tertulis
hasil
pemeriksaan tersebut kepada orang
yang mengajukan permintaan paten.
(2) Pemberitahuan hasil pemeriksaan harus secara jelas dan rinci mencantumkan hal yang dinilai tidak jelas atau kekurangan lain yang dinilai
penting dengan disertai alasan
dan acuan atau referensi yang digunakan
dalam pemeriksaan berikut jangka waktu pemenuhannya.
(3) Apabila setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) orang yang
mengajukan permintaan paten tidak memberikan
penjelasan atau memenuhi kekurangan termasuk melakukan perbaikan
atau perubahan terhadap
permintaan yang telah
diajukannya dalam waktu yang ditentukan, Kantor Paten menolak permintaan paten tersebut.”
24. Ketentuan Pasal 61 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
" Pasal 61
Kantor Paten berkewajiban memberikan keputusan untuk
menyetujui permintaan paten dan
dengan demikian memberi paten, atau menolaknya, dalam waktu selambat-lambatnya 36 (tiga
puluh enam) bulan terhitung
sejak tanggal diterimanya surat permintaan pemeriksaan substantif.”
25. Ketentuan Pasal 62 ayat (1)
diubah. sehingga
keseluruhan Pasal 62 berbunyi sebagai berikut
:
" Pasal 62
(1)
Apabila hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa Paten
menunjukkan bahwa penemuan yang dimintakan paten tidak
memenuhi ketentuan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5,
Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 39, dan Pasal 60, atau merupakan penemuan yang dikecualikan berdasarkan ketentuan
Pasal
7,
Kantor
Paten harus
menolak permintaan paten tersebut dan memberitahukannya secara tertulis kepada orang yang mengajukan
pennintaan paten.
(2) Dalam hal permintaan paten diajukan oleh kuasa, maka salinan surat pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan pula kepada penemu atau yang berhak
atas penemuan tersebut.
(3) Surat Pemberitahuan yang berisikan
penolakan permintaan paten harus dengan jelas mencantumkan pula alasan dan pertimbangan yang menjadi dasar penolakan.”
26.
Ketentuan
Pasal 63 dihapus.
27. Ketentuan Pasal 71 ayat
(1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 71 berbunyi sebagai berikut:
" Pasal 71
(1) Permintaan banding
mulai diperiksa oleh Komisi Banding
Paten selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak tanggai penerimaan permintaan banding.
(2)
Keputusan
Komisi Banding Paten bersifat final.
(3) Dalam
hal
Komisi
Banding Paten
menerima permintaan
banding, Kantor Paten memberikan
Surat Paten sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(4)
Apabila Komisi Banding Paten menolak permintaan
banding, Kantor Paten segera
memberitahukan penolakan tersebut.”
28.
Ketentuan
Pasal
79
diubah
dengan
menyisipkan
ketentuan
baru
yang
dijadikan
ayat
(la),
sehingga keseluruhan Pasal 79 berbunyi sebagai berikut :
" Pasal 79
(1) Perjanjian lisensi wajib dicatatkan pada Kantor Paten dan dimuat dalam Daftar Umum
Paten dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(la) Dalam
hal
perjanjian
lisensi
tidak dicatatkan di
Kantor Paten sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), maka perjanjian lisensi
tersebut tidak mempunyai akibat
hukum terhadap pihak ketiga.
(2) Syarat
dan tata cara pencatatan perjanjian lisensi
diatur lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.”
29.
Ketentuan
Pasal
82
diubah dengan
menyisipkan ketentuan baru yang
dijadikan ayat (2a), sehingga keseluruhan Pasal 82 berbunyi
sebagai berikut :
" Pasal 82
(1) Setiap
orang setelah lewat jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung sejak tanggal pemberian paten, dapat mengajukan
permintaan Lisensi Wajib kepada pengadilan negeri
untuk melaksanakan paten yang bersangkutan.
(2)
Permintaan Lisensi Wajib sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) hanya dapat dilakukan dengan alasan bahwa paten yang bersangkutan tidak dilaksanakan di Indonesia oleh Pemegang
Paten padahal
kesempatan
untuk melaksanakannya secara
komersial sepatutnya ditempuh.
(2a) Permintaan Lisensi Wajib dapat pula diajukan setiap
saat setelah paten diberikan atas dasar alasan bahwa paten telah dilaksanakan Pemegang
Paten atau Pemegang
Lisensinya dalam bentuk dengan cara yang
merugikan kepentingan masyarakat.
(3) Dengan memperhatikan kemampuan dan perkembangan keadaan, Pemerintah dapat
menetapkan bahwa pada tahap awal
pelaksanaan Undang-undang ini permintaan Lisensi Wajib, diajukan kepada pengadilan negeri tertentu.”
30. Ketentuan Pasal 83 ayat
(1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 83 berbunyi sebagai berikut
" Pasal 83
(1)
Selain kebenaran alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2), Lisensi Wajib hanya dapat diberikan apabila :
a. orang
yang
mengajukan permintaan
tersebut dapat
menunjukkan bukti
yang meyakinkan bahwa ia :
1) mempunyai kemampuan untuk melaksanakan sendiri paten yang
bersangkutan secara penuh.
2) mempunyai sendiri fasilitas untuk
melaksanakan paten yang bersangkutan
secepatnya.
3) telah
berusaha
mengambil
langkah-langkah dalam jangka waktu yang cukup untuk
mendapatkan lisensi dari Pemegang Paten atas dasar persyaratan dan kondisi yang
wajar tetapi tidak memperoleh hasil.
b. pengadilan negeri berpendapat bahwa paten tersebut dapat dilaksanakan di Indonesia dalam skala ekonomi yang layak dan dapat memberi kemanfaatan kepada
sebagian
besar masyarakat.
(2)
Pemeriksaan atas permintaan Lisensi Wajib di1akukan oleh pengadilan negeri dalam suatu persidangan dengan mendengarkan pula Pendapat ahli dari Kantor Paten dan Pemegang Paten yang
bersangkutan.
(3) Lisensi Wajib diberikan untuk jangka waktu yang tidak lebih
lama dari jangka
waktu
pelaksanaan paten yang diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
31. Ketentuan Pasal 84 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
" Pasal 84
Apabila berdasarkan bukti serta pendapat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 pengadilan negeri memperoleh
keyakinan bahwa jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 82 belum cukup bagi Pemegang
Paten untuk melaksanakannya secara komersial
di Indonesia, atau dalam
lingkup wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (2) pengadilan negeri dapat menetapkan penundaan untuk sementara waktu proses
persidangan tersebut atau menolaknya.”
32.
Ketentuan Pasal 86 diubah dengan menambahkan dua ketentuan baru yang dijadikan
huruf a dan huruf g, sehingga keselurohan Pasal 86 berbunyi sebagai berikut :
" Pasal 86
Dalam putusan pengadilan negeri mengenai pemberian Lisensi
Wajib dicantumkan hal-hal sebagai berikut :
a.
Lisensi Wajib bersifat
non-eksklusif;
b. alasan pemberian
Lisensi Wajib;
c.
bukti termasuk keterangan atau penjelasan
yang diyakini untuk dijadikan
dasar pemberian
Lisensi Wajib;
d. jangka waktu Lisensi Wajib;
e. besarnya royalti yang harus dibayarkan Pemegang Lisensi Wajib kepada Pemegang Paten
dan cara pembayarannya;
f.
syarat berakhirnya Lisensi Wajib dan hal yang dapat membatalkannya;
g. Lisensi Wajib semata-mata digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pasar di dalam negeri;
h. lain-lain yang diperlukan
untuk
menjaga kepentingan para pihak yang
bersangkutan secara adil.”
33.
Ketentuan
Pasal
88
diubah dengan
menyisipkan
ketentuan baru yang
dijadikan ayat (2a), sehingga keseluruhan Pasal 88 berbunyi
sebagai berikut :
" Pasal 88
(1) Lisensi Wajib dapat pula sewaktu-waktu dimintakan oleh
Pemegang Paten atas dasar alasan
bahwa pelaksanaan
patennya tidak mungkin
dapat dilakukan tanpa melanggar
paten lainnya yang telah ada.
(2)
Permintaan Lisensi Wajib
sebagairnana
dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
dipertimbangkan apabila paten
yang akan dilaksanakan benar-benar mengandung
unsur pembaharuan teknologi
yang nyata-nyata lebih
maju daripada paten
yang telah ada tersebut.
(2a) Dalam hal Lisensi Wajib diajukan atas dasar alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2)
maka :
a. Pemegang Paten berhak untuk saling memberikan Lisensi untuk menggunakan paten pihak
lainnya berdasarkan persyaratan yang wajar.
b. penggunaan paten
oleh
Pemegang Lisensi
tidak dapat dialihkan kecuali bila
dialihkan bersama-sama dengan
paten lainnya.
(3) Ketentuan mengenai pengajuan permintaan kepada
pengadilan
negeri,
pembayaran royalti, isi putusan pengadilan, pendaftaran dan pencatatan, serta jangka waktu atau pembatalan Lisensi Wajib yang diatur dalam Bagian Ketiga Bab ini berlaku
pula dalam hal permintaan Lisensi Wajib sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2), kecuali ketentuan mengenai jangka waktu pengajuan
permintaan sebagairnana diatur dalam Pasal
82 ayat (1).”
34. Ketentuan Pasal 89 ayat
(3) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 89 berbunyi sebagai berikut
:
" Pasal 89
(1) Atas permintaan Pemegang Paten, pengadilan negeri dapat membatalkan Lisensi Wajib yang semula diberikannya apabila :
a.
alasan
yang dijadikan dasar bagi pemberian
Lisensi Wajib tidak ada lagi;
b.
Penerima Lisensi
Wajib temyata tidak melaksanakan Lisensi Wajib tersebut atau tidak melakukan usaha persiapan yang sepantasnya untuk segera melaksanakannya;
c. Penerima
Lisensi Wajib tidak lagi mentaati syarat
dan ketentuan lainnya
terrnasuk kewajiban pembayaran royalti yang ditetapkan dalam pemberian Lisensi Wajib.
(2) Dalam
hal pengadilan negeri memutuskan pembatalan Lisensi Wajib, selambat-lambatnya
14 (empat belas)
hari sejak tanggal putusan pengadilan
negeri wajib menyampaikan salinan putusan tersebut
kepada Kantor Paten untuk
dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.
(3) Kantor Paten wajib memberitahukan pencatatan dan pengumuman putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) kepada Pemegang
Paten, Pemegang Lisensi Wajib yang dibatalkan dan
pengadilan negeri yang memutuskan pembatalan tersebut selambat-lambatnya 14 (empat
belas) hari sejak Kantor Paten
menerima salinan putusan
pengadilan negeri tersebut.
35.
Ketentuan Pasal
92 ayat (1) dan ayat (2) diubah, sehingga
keseluruhan Pasal 92 berbunyi
sebagai berikut :
" Pasal 92
(1) Lisensi Wajib tidak dapat dialihkan kecuali jika dilakukan bersamaan
dengan pengalihan kegiatan atau bagian kegiatan usaha yang menggunakan paten yang bersangkutan
atau karena pewarisan.
(2) Lisensi Wajib yang beralih karena pewarisan tetap
terikat oleh syarat pemberiannya dan ketentuan lainnya terutarna mengenai jangka waktu dan
harus dilaporkan kepada Kantor
Paten untuk dicatat dan dimuat dalam Daftar
Umum Paten.
36. Ketentuan Pasal 94 diubah. sehingga berbunyi sebagai berikut :
" Pasal 94
Paten dinyatakan batal demi hukum oleh
Kantor Paten apabila Pemegang Paten
tidak memenuhi kewajibannya membayar
biaya tahunan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Undang-undang ini.
37.
Ketentuan Pasal 97 ayat ( 1) diubah, sehingga
keseluruhan Pasal 97 berbunyi sebagai berikut :
" Pasal 97
(1)
Gugatan pembatalan paten dapat
dilakukan dalam ha1:
a. menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 7, paten tersebut
seharusnya tidak diberikan;
b. paten tersebut
sama dengan paten lain yang telab diberikan
kepada orang lain
untuk penemuan yang sama berdasarkan Undang-undang ini;
c. pemberian
Lisensi
Wajib temyata tidak
mampu mencegah
terus
berlangsungnya pelaksanaan paten dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal pemberian Lisensi
Wajib yang bersangkutan atau tanggal pemberian Lisensi
Wajib yang pertama dalam hal diberikan
beberapa Lisensi Wajib.
(2)
Gugatan pembatalan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a diajukan
pihak ketiga kepada Pemegang Paten melalui
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
(3)
Gugatan pembatalan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dapat diajukan Pemegang Paten atau
Pemegang Lisensi kepada Pengadilan
Negeri Jakana Pusat agar paten lain yang sama dengan patennya dibatalkan.
(4) Gugatan
pembatalan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf c dapat diajukan oleh Penuntut
Umum kepada Pemegang Paten atau Pemegang
Lisensi Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat.”
38. Ketentuan Pasal 102 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 102 berbunyi sebagai berikut
:
" Pasal 102
(1) Pemegang Lisensi dari paten yang dibatalkan karena alasan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 97 ayat
(1) huruf b tetap
berhak
melaksanakan lisensi yang dimilikinya
sampai
dengan berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian lisensi.
(2) Pemegang Lisensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak lagi wajib meneruskan
pembayaran royalti yang sebarusnya masih wajibdilakukannya kepada Pemegang
Paten
yang patennya dibatalkan, tetapi wajib membayar royalti
untuk sisa jangka waktu lisensi yang dimilikinya kepada Pemegang
Paten yang sebenarnya berhak.
(3) Dalam hal Pemegang Paten terlebih
dahulu sudah menerima secara sekaligus royalti
dari Pemegang Lisensi, Pemegang Paten tersebut berkewajiban menyelesaikan jumlah royalti
yang sebanding dengan sisa jangka waktu penggunaan lisensi kepada Pemegang
Paten yang sebenarnya berhak.”
39.
Ketentuan Pasal
110 diubah dengan
menambahkan ketentuan baru yang dijadikan
ayat (3), sehingga keseluruhan Pasal 110 berbunyi sebagai berikut
:
" Pasal 110
(1)
Paten
Sederhana hanya diberikan untuk satu klaim.
(2) Terhadap
permintaan Paten Sederhana
langsung dilakukan pemeriksaan yang bersifat substantif.
(3)
Dalam
melakukan pemeriksaan substantif, Kantor Paten hanya
memeriksa syarat
kebaruan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (2).”
40.
Ketentuan Pasal 112 ayat (2)
diubah, sehingga
keseluruhan Pasal 112 berbunyi sebagai berikut :
" Pasal 112
(1) Jangka waktu Paten Sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasa 110 tidak dapat
diperpanjang.
(2) Untuk Paten Sederhana tidak
dapat
dimintakan Lisensi Wajib.”
41.
Ketentuan Pasal 114 ayat (1)
diubah, sehingga
keseluruhan Pasal 114 berbunyi sebagai berikut :
" Pasal 114
(1) Untuk setiap
pengajuan permintaan paten,
permintaan pemeriksaan substantif, Surat Keterangan Pemakai Terdahulu, petikan Daftar Umum Paten
dan salinan Surat Paten,
salinan Dokumen Paten, pencatatan pengalihan paten, pencatatan Surat Perjanjian Lisensi, pendaftaran Lisensi Wajib, serta lain-lainnya yang ditentukan dalam
Undang-undang ini, wajib membayar biaya yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai
persyaratan, jangka
waktu
dan tatacara
pembayaran biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (l) diatur dengan Keputusan Menteri.
42.
Ketentuan Pasal
116 ayat (1) dan ayat (2) diubah, sehingga
keseluruhan Pasal 116 berbunyi
sebagai berikut :
" Pasal 116
(1) Apabila
selama
3
(tiga) tahun berturut-turut
Pemegang Paten
tidak membayar biaya
tahunan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 19 dan Pasal 115, maka
paten dinyatakan
batal demi hukum
terhitung sejak tanggal
yang menjadi akhir batas waktu kewajiban
pembayaran untuk tahun yang ketiga tersebut.
(2)
Apabila tidak
dipenuhinya
kewajiban pembayaran
biaya
tahunan
tersebut berkaitan dengan
kewajiban pembayaran
biaya tahunan untuk tahun kedelapan belas dan tahun- tahun berikutnya, maka paten dianggap berakhir pada akhir
batas
waktu kewajiban pembayaran biaya tahunan untuk tahun yang kedelapan belas tersebut.
(3) Berakhirnya jangka waktu paten karena alasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dicatat dalam Daftar
Umum Paten dan diumumkan dalam
Berita Resmi Paten. .
43. Judul
Bab XI menjadi
“Hak Menggugat” dan ketentuan Pasal 121 diubah dengan menyisipkan ketentuan baru yang dijadikan ayat (la), sehingga judul Bab
XI dan keseluruhan Pasal 121 berbunyi sebagai berikut :
" BAB XI
HAK MENGGUGAT" " Pasal 121
(1)
Jika suatu paten diberikan kepada orang
lain selain daripada orang yang berdasarkan Pasal
11, Pasal 12, dan Pasal 13 berhak atas paten tersebut, maka orang yang berhak atas
paten tersebut dapat menggugat ke Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat supaya paten yang bersangkutan berikut hak-hak
yang melekat pada paten tersebut
diserahkan kepadanya untuk seluruhnya atau untuk sebagian
ataupun untuk dimiliki
bersama.
(la) Hak menggugat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku surut sejak tanggal permintaan paten.
(2) Salinan putusan atas gugatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakana Pusat segera disampaikan kepada Kantor Paten untuk selanjutnya dicatat
dalam
Daftar
Umum
Paten
dan diumumkan dalam
Berita Resmi Paten.”
44. Ketentuan Pasal 122 diubah dengan menyisipkan ketentuan baru yang dijadikan
ayat (la) dan mengubah ayat (3)
sehingga keseluruhan Pasal 122 berbunyi sebagai berikut
:
" Pasal 122
(1) Pemegang Paten atau Pemegang Lisensi berhak menggugat
ganti rugi melalui pengadilan negeri setempat, kepada siapa pun, yang dengan sengaja dan tanpa
hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 terhadap haknya.
(la) Pengadilan negeri dapat menolak gugatan ganti rugi termasuk penggantian terhadap keuntungan yang seharusnya diperoleh,
apabila tergugat dapat
membuktikan bahwa ia tidak mengetahui atau memiliki alasan yang
kuat tentang ketidaktahuannya bahwa
ia telah melanggar paten milik orang lain yang
dilindungi di Indonesia.
(2) Gugatan
ganti rugi yang diajukan terhadap perbuatan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
97 ayat (1) huruf b hanya dapat diterima apabila
hasil produksi itu terbukti dibuat dengan menggunakan penemuan yang telah
diberi paten tersebut.
(3) Putusan pengadilan negeri tentang gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (la), dan ayat (2)
oleh panitera pengadilan negeri yang bersangkutan segera disampaikan kepada Kantor Paten untuk selanjutnya dicatat dalam Daftar Umum Paten dan
diumumkan dalam Berita Resmi Paten.”
45. Di antara Pasal 123 dan Pasal 124 disisipkan Pasal l23A, sebagai berikut :
" Pasal l23A
(1) Dalam pemeriksaan perkara
pelanggaran terhadap proses yang dipatenkan,
kewajiban pembuktian bahwa suatu produk tidak dihasilkan
dengan menggunakan proses yang dipatenkan tersebut, dibebankan kepada pihak yang
diduga melakukan pelanggaran apabila
a. produk yang dihasilkan melalui proses yang dipatenkan tersebut
merupakan produk baru;
b. terdapat kemungkinan bahwa
produk tersebut dihasilkan dari
proses yang dipatenkan; dan
c. sekalipun
telah dilakukan upaya yang cukup untuk itu Pemegang Paten tidak dapat menentukan proses apa yang digunakan untuk menghasilkan produk yang diduga
merupakan hasil pelanggaran.
(2) Untuk
kepentingan pembuktian dalam perkara pelanggaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) hakim berwenang :
a. memerintahkan
pemilik
paten untuk
terlebih
dahulu
menyampaikan
salinan
surat
paten bagi proses yang bersangkutan,
dan bukti awal yang memperkuat
dugaannya tentang pelanggaran atas paten yang
dimilikinya; dan
b. memerintahkan
pihak
yang diduga
melakukan pelanggaran
untuk membuktikan bahwa produk
yang dihasilkan tersebut tidak menggunakan proses yang dipatenkan.
(3)
Dalam pemeriksaan perkara pelanggaran paten sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), hakim wajib mempertimbangkan kepentingan
pihak yang diduga melakukan
pelanggaran untuk memperoleh
perlindungan terhadap kerahasiaan proses yang telah
diuraikannya dalam rangka pembuktian di persidangan.”
46. Di antara Pasal 128 dan Pasal 129 disisipkan Pasal 128A, sebagai berikut :
" Pasal 128A
Dalam
hal
terbukti
adanya
pelanggaran
paten,
maka hakim
dapat
memerintahkan
agar
barang-barang hasil pelanggaran paten
tersebut dirampas untuk negara guna dimusnahkan.”
47.
Ketentuan Pasal 130 ayat (2) diubah dan ayat (3) dipecah menjadi
ayat (3) baru dan ayat (4),
sehingga keseluruhan Pasal 130 berbunyi sebagai berikut
:
" Pasal 130
(1) Selain
Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan paten, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang
paten.
(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) berwenang :
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak
pidana di bidang paten;
b. melakukan
pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang
paten;
c. meminta keterangan dan bahan
bukti
dari
orang
atau badanhukum
sehubungan
dengan peristiwa tindak pidana di bidang
paten;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana di bidang paten;
e. melakukan pemeriksaan di tempat
tertentu
yang
diduga
terdapat
bahan
bukti
pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta
melakukan penyitaan terhadap
bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan
bukti dalam perkara tindak pidana
dibidang paten; dan
f. meminta bantuan ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang paten.
(3) Penyidik Pejabat
Pegawai
Negeri
Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan hasil penyidikannya
kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat
Pegawai
Negeri
Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan mengingat
ketentuan Pasal 107 Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Pasal II
(1) Terhitung mulai tanggal berlakunya Undang-undang ini, paten dan Paten Sederhana
yang telah diberikan
berdasarkan Undang-undang Nomor 6
Tahun 1989 tentang Paten
dinyatakan berlaku untuk jangka waktu 20
(dua puluh) tahun
dan terhitung sejak tanggal penerimaan permintaan paten dan 10 (sepuluh)
tahun terhitung sejak tanggal
pemberian Paten Sederhana tersebut.
(2)
Terhadap permintaan paten dan Paten Sederhana yang telah diajukan berdasarkan Undang- undang Nomor 6 Tahun 1989
tentang
Paten yang belum memperoleh keputusan Kantor Paten,
apabila diberikan paten, maka jangka waktu perlindungan diberikan selama 20 (dua puluh) tahun terhitung
sejak tanggal penerimaan
permintaan paten dan 10
(sepuluh) tahun terhitung sejak
tanggal pemberian Paten
Sederhana tersebut.
(3)
Pelaksanaan penyesuaian
jangka
waktu 20 (dua puluh) tahun bagi paten
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan pada saat pembayaran biaya
tahunan
untuk paten yang bersangkutan dengan bentuk yang
ditetapkan oleh Menteri.
Pasal III
Undang-undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Agar setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei 1997
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
ttd.
S O E H A R T O
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
7 Mei 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
M O E R D I
O N
O
TAMBAHAN LEMBARAN-NEGARA R.I.
No.3680 HAKI. PATEN. Perdagangan. Penemuan. Ekonomi. (Penjelasan atas Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 302.
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 1997
TENTANG
PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989
TENTANG PATEN
UMUM
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/1993 tentang
Garis-garis Besar Haluan Negara antara lain menegaskan bahwa perkembangan dunia yang mengandung peluang yang menunjang dan mempercepat
pelaksanaan pembangunan nasional perlu dimanfaatkan
sebaik-baiknya. Sesuai dengan arahan Garis-garis
Besar Haluan Negara tersebut, maka segala perkembangan, perubahan, dan
kecenderungan global yang diperkirakan akan dapat mempengaruhi Stabilitas Nasional serta pencapaian tujuan nasional perlu pula diikuti dengan seksama, sehingga dapat diambil
langkah-langkah untuk mengantisipasinya.
Salah satu perkembangan yang menonjol dan memperoleh
perhatian seksama dalam masa sepuluh tahun terakhir dan kecenderungan yang masih akan berlangsung di masa yang akan datang adalah semakin meluasnya arus globalisasi baik di bidang sosial, ekonomi, budaya, maupun
bidang- bidang kehidupan
lainnya. Di bidang perdagangan, terutama karena
perkembangan teknologi informasi dan transportasi
telah menjadikan kegiatan di sektor
ini meningkat secara pesat dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal
bersarna. Dengan memperhatikan
kenyataan dan kecenderungan seperti itu, maka menjadi hal yang dapat dipahami adanya tuntutan kebutuhan bagi pengaturan
dalarn rangka perlindungan hukum yang lebih memadai. Apalagi beberapa negara semakin mengandalkan kegiatan
ekonomi dan perdagangannya pada
produk- produk yang dihasilkan atas dasar
kemampuan intelektualita manusia seperti penelitian yang menghasilkan penemuan di bidang teknologi.
Persetujuan Umum
tentang
Tarif
dan
Perdagangan (General Agreement
on Tariff and Trade/GATT) yang merupakan perjanjian perdagangan multilateral pada
dasarnya bertujuan menciptakan
perdagangan bebas,
perlakuan
yang sama,
dan membantu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan guna mewujudkan
kesejahteraan manusia.
Dalam kerangka perjanjian multilateral tersebut, pada bulan April 1994 di Marakesh, Maroko, telah
berhasil disepakati satu paket hasil perundingan perdagangan yang paling
lengkap yang pernah dihasilkan oleh GATT. Perundingan yang telah dimulai sejak tahun 1986 di Punta del Este,
Uruguay, yang dikenal dengan
Putaran Uruguay (Uruguay
Round) antara lain
memuat Persetujuan tentang
Aspek-aspek Dagang Hak Atas Kekayaan Intelektual (Agreement on Trade Aspects of
Intellectual Property Rights/TRIPs).
Persetujuan TRIPs memuat
norma-norma dan standar perlindungan bagi karya intelektualita manusia dan menempatkan perjanjian intemasional dibidang Hak Atas
Kekayaan Intelektual sebagai dasar. Disarnping itu, persetujuan tersebut mengatur pula aturan
pelaksanaan penegakan hukum dibidang Hak Atas
Kekayaan Intelektual secara ketat.
Sebagai negara pihak
penandatangan persetujuan Putaran Uruguay, Indonesia telah meratifikasi
paket persetujuan tersebut dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World
Trade Organization).
Sejalan dengan
kebijakan tersebut, maka
untuk dapat mendukung
kegiatan pembangunan nasional,
terutama dengan
memperhatikan
berbagai
perkembangan
dan perubahan.
Indonesia yang sejak tahun 1989 telah
memiliki
Undang-undang tentang Paten nasional, perlu melakukan penyempurnan terhadap
Undang-undang tersebut.
Selain penyempumaan terhadap berbagai ketentuan yang
dirasakan kurang memberi perlindungan hukum bagi penemu, dirasakan
perlu pula melakukan penyesuaian dengan Persetujuan TRlPs. Tujuannya, untuk menghapuskan berbagai hambatan dan
terutama untuk memberikan fasilitas yang mendukung upaya peningkatan pertumbuhan
ekonomi dan perdagangan baik nasional maupun intemasional.
Sebagai
konsekuensi dari telah
diratifikasinya Persetujuan Putaran
Uruguay, maka dipandang perlu untuk melakukan perubahan atau penyempurnaan pada Undang-undang tentang
Paten. Perubahan pada dasarnya diarahkan untuk menyesuaikan dengan Konvensi Paris
(Paris Convention for the
Protection of Industrial Property) Tahun 1883 sebagaimana
telah beberapa kali diubah, dan penyempumaan terhadap
kekurangan atas beberapa ketentuan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan praktek-praktek
intemasional, termasuk penyesuaian dengan Persetujuan TRIPs.
Dengan latar belakang dan pertimbangan
di
atas,
maka
selain
perubahan yangmenyangkut masalah teknis, secara umum arah
penyempurnaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang
Paten meliputi antara lain :
1.
Penyempurnaan
a. Persyaratan penentuan kebaruan
penemuan.
Berbeda
dengan Undang-undang yang lama yang menentukan suatu penemuan dianggap tidak baru
berdasarkan
syarat belum
diumumkannya penemuan
tersebut,
sedangkan
dalam Undang-undang ini, sifat
kebaruan ditentukan atas dasar penilaian
bahwa pada saat penerimaan permintaan paten, penemuan tersebut tidak merupakan
bagian dari penemuan terdahulu atau penemuan yang telah ada sebelumnya.
b. Jangka waktu perlindungan.
Selain untuk penyesuaian dengan Persetujuan TRIPs, perpanjangan jangka waktu perlindungan paten diarahkan untuk lebih memacu dan mendorong
kegiatan penelitian yang menghasilkan penemuan.
c. Penegasan hak Pemegang Paten untuk melarang impor.
Perubahan
ini
dilakukan untuk
menyesuaikan dengan
Persetujuan TRIPs yang menegaskan bahwa paten meliputi
pula hak untuk melarang
atau memberi izin kepada orang lain melakukan impor atas produk patennya. Perubahan
ini dipertegas dengan penyempurnaan
Pasal 21.
d. Perluasan lingkup alasan bagi pengajuan permintaan banding.
Selain terhadap
keputusan penolakan
permintaan paten berdasarkan pada alasan tidak dipenuhinya persyaratan substantif, dalam perubahan
Undang-undang ini dimungkinkan pula pengajuan
permintaan banding
terhadap keputusan
penolakan permintaan paten
yang didasarkan pada alasan Pasal 39 dan Pasal 60, atau merupakan penemuan
yang dikecualikan berdasarkan ketentuan Pasal 7.
2. Penambahan
a. Importasi atas produk yang dilindungi paten.
Impor suatu produk atau padanannya yang dilindungi oleh Paten Proses,
tetap dapat dilakukan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyat dan
tidak
dianggap sebagai pelanggaran paten
sejauh produk tersebut belum dibuat di Indonesia.
Penambahan ketentuan ini dimaksudkan
pula
untuk
penyesuaian
dengan
Persetujuan
TRIPs dan menyesuaikan dengan ketentuan Pasal 5 quater Konvensi
Paris. b. Beban pembuktian terbalik.
Selain untuk menyesuaikan dengan
Persetujuan TRIPs, ketentuan ini diperlukan terutama untuk memudahkan menyelesaikan persidangan pelanggaran Paten Proses yang pada dasarnya memang
sulit pembuktiannya.
3. Penghapusan.
a. Pasal
7 huruf b
Penghapusan Pasal 7 huruf b
dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun1989, mengenai
pengecualian pemberian Paten
atas
makanan dan
minuman
yang
bukan menjadi kebutuhan pokok manusia dan atau hewan. Penghapusan ini dilakukan untuk memacu kegiatan penelitian yang
menghasilkan penemuan serta untuk
menyesuaikan dengan Persetujuan TRIPs
yang antara lain menegaskan bahwa penemuan
tentang proses atau
hasil produksi makanan dan minuman, termasuk hasil produksi
berupa bahan yang dibuat melalui
proses kimia dengan tujuan untuk membuat makanan dan minuman guna dikonsumsi manusia atau hewan, dapat dimintakan paten.
b. Pasal 7 huruf c
Penghapusan Pasal 7 huruf c dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun1989,
mengenai varietas baru tanaman atau
hewan atau proses yang digunakan untuk pembiakan beserta
hasilnya. Semula ayat ini dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat atas varietas unggul baik tanaman maupun hewan secara mudah dan
murah. Penghapusan ini untuk menyesuaikan dengan Persetujuan TRIPs, serta untuk memacu penemuan
varietas baru baik tanaman maupun hewan, sehingga penemuan tersebut dapat dimintakan paten.
c. Badan
hukum dalam pengertian penemu.
Penghapusan badan hukum dalam pengertian
penemu dimaksudkan untuk menyempurnakan pengertian
penemu,
karena
pada hakekatnya
hanya manusia yang dapat
melakukan kegiatan penelitian yang meng-hasilkan penemuan. Sedangkan badan hukum hanya dapat
memperolehhak atau sebagai Pemegang
Paten.
PASAL DEMI PASAL
Angka 1
Perubahan pada angka 3 pada dasarnya merupakan penyempurnaan untuk menegaskan
pengertian bahwa yang
dimaksud sebagai penemu adalah orang dan
bukan badan hukum.
Sedangkan
perubahan pada angka
5 dimaksudkan untuk
memberi landasan yang lebih
luas bagi
kemungkinan pemeriksaan permintaan paten
oleh Kantor Paten
yang berdasarkan persetujuan intemasional disetujui untuk
melaksanakan pemeriksaan permintaan paten. Berdasarkan Persetujuan tentang Kerjasama Paten (Patent
Cooperation Treaty) permintaan paten secara intemasional dimungkinkan melalui suatu Biro Intemasional yang secara fungsional diselenggarakan oleh badan khusus PBB yang mengadministrasikan
berbagai perjanjian intemasional mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual. Ini berarti, pemeriksaan terhadap permintaan paten tidak hanya
dilakukan oleh para pejabat yang diangkat Menteri, melainkan dapat pula dilakukan oleh Pemeriksa Paten dari Kantor Paten di luar negeri. Dengan rumusan ini, maka dalam rangka permintaan paten sekaligus di beberapa negara, Kantor Paten dapat meminta
bantuan atas
dasar perjanjian intemasional tadi untuk menyelesaikan pemeriksaan permintaan paten.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 1 lama.
Angka 2
Menurut ketentuan Pasal
3 lama, penentuan
kebaruan suatu penemuan pada dasarnya
hanya dikaitkan dengan syarat belum diumumkannya penemuan yang bersangkutan, baik secara tertulis maupun lisan. Ketentuan seperti
ini mengandung kelemahan. Artinya, kalaupun benar-benar belum diumumkan, penemuan
tersebut bisa tetap tidak
dianggap baru kalau ternyata telah ada penemuan serupa yang telah diciptakan atau dibuat
terlebih dahulu, atau penemuan tersebut ternyata merupakan bagian dari penemuan terdahulu.
Yang dimaksud dengan “penemuan terdahulu” adalah penemuan
dan segala bentuk informasi yang terkait
dengan penemuan tersebut yang telah ada sebelum
penemuan yang bersangkutan diajukan permintaan paten
atau sebelum
tanggal pengajuan permintaan paten yang
bersangkutan.
Atas dasar alasan tersebut maka rumusan disesuaikan
dengan prinsip yang lebih memadai dengan menggunakan pendekatan positif.
Denganperubahan ketentuan
Pasal 3 ini maka sifat kebaruan ditentukan atas dasar penilaian bahwa pada saat dimintakan paten. penemuan tersebut
tidak merupakan bagian dari penemuan yang telah ada atau tidak merupakan bagian dari penemuan terdahulu. Ini berarti, Pemeriksa Paten harus
menggunakan penemuan yang telah ada tersebut
sebagai pembanding. Pembanding tersebut antara lain berupa dokumen penemuan
yang diuraikan secara tertulis
atau yang diuraikan secara lisan, atau dengan penggunaan atau cara-cara
lain yang memungkinkan seorang ahli untuk
melaksanakan penemuan sesuai dengan yang diuraikan. Sesuai
dengan prinsip ini, maka semua dokumen
permintaan paten yang telah diajukan ke Kantor Paten, termasuk
permintaan paten intemasional yang juga mengajukan permintaan paten
ke Indonesia, digunakan sebagai dokumen pembanding.
Angka 3
Penambahan ayat (2) baru ini dimaksudkan
untuk melengkapi ketentuan tentang kapan suatu penemuan dianggap
telah diumumkan.Tujuannya, untuk menegaskan bahwa pengumuman suatu penemuan oleh orang yang tidak berhak yang dilakukan
dengan cara melanggar kewajiban
untuk menjaga kerahasiaan penemuan tadi,
tidak dianggapsebagai telah diumumkan apabila
dilakukan dalam jangka waktu
12
(dua belas) bulan
sebelum permintaan paten yang
bersangkutan diajukan.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 4 lama.
Angka 4
Perubahan
dimaksudkan untuk lebih memberikan kejelasan mengenai lingkup
perlindungan Paten Sederhana yang dapat mencakup produk maupun proses dan untuk memberi batasan mengenai penerapan persyaratan
kebaruan bagi penemuan yang
dapat
memperoleh perlindungan Paten Sederhana
tersebut.
Dalam ketentuan Pasal
6 lama lingkup perlindungan hanya berlaku untuk
penemuan yang berupa produk saja.
Yaitu produk yang memiliki nilai ekonomis karena memiliki nilai kegunaan praktis. Penemuan
seperti itu biasanya berupa peralatan
yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari- hari, seperti mesin pembuat bakso,
alat pemarut kelapa,
pemecah kulit
kopi, pemipil jagung dan perontok gabah. Sedangkan Paten Sederhana
untuk proses, diberikan misalnya
untuk proses pembuatan makanan.
Dengan membatasi bahwa syarat kebaruan pada penemuan tersebut
hanya berlaku untuk wilayah Indonesia saja maka diharapkan permintaan
paten oleh penemu Indonesia bagi
jenis penemuan sederhana akan lebih banyak.
Adapun pengertian “penemuan sederhana yang dilakukan
di Indonesia” meliputi semua informasi
tentang
penemuan yang dapat diperoleh di Indonesia.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 6 larna. Angka 5
Pengecualian sebagaimana diatur dalarn ketentuan Pasal 7 huruf b dan huruf c dahulu dimaksudkan untuk melindungi kepentingan masyarakat. Sebab, masalah
makanan dan minuman, termasuk varietas tanaman dan hewan yang penting bagi
penyediaan pangan, merupakan
masalah yang pokok sifatnya dalarn mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Penghapusan kedua ketentuan ini dilakukan berdasarkan penilaian
bahwa untuk mencukupi kebutuhan pangan yang sangat penting artinya bagi rakyat justru sangat
diperlukan dan perlunya didorong upaya
penelitian dan
pengembangan ke
arah penemuan teknologi yang dapat menghasilkan bahan pangan, baik dalarn ragam, jumlah dan kualitas
yang sebanyak-banyaknya. Hal
ini menjadi lebih penting karena
justru kegiatan penelitian dan pengembangan
itulah yang menghasilkan teknologi
yang diperlukan.
Dengan adanya perlindungan dalam sistem paten maka akan tercipta iklim yang lebih baik bagi berlangsungnya kegiatan yang menghasilkan
penemuan tadi. Dengan perubahan ini bidang-bidang yang
semula
termasuk dikecualikan dari pemberian paten, dapat dimintakan
paten.
Perubahan
dilakukan sekaligus untuk
menyesuaikan dengan Persetujuan
TRIPs.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 7 lama.
Angka 6
Perubahan
mengenai penentuan jangka waktu perlindungan
paten selama 20 (dua puluh)
tahun dari semula
14 (empat belas)
tahun dan
kemungkinan perpanjangannya untuk selama
2 (dua) tahun
ini dimaksudkan untuk menyesuaikan
dengan tingkat perlindungan yang dianggap memadai
dan sesuai dengan standar yang ditentukan dalam
Persetujuan TRIPs.
Perpanjangan jangka waktu perlindungan paten ini sebenamya dapat
lebih merangsang dan mendorong
para peneliti dan masyarakat pada umumnya untuk lebih giat melakukan penelitian yang menghasilkan penemuan.
Kegiatan penelitian tersebut
biasanya membutuhkan pengorbanan tenaga, waktu dan biaya yang dari segi ekonomi
seringkali bemilai cukup besar . Dalam hal demikian maka sudah sepantasnya masa perlindungan paten juga diacukan
pada pertimbangan perlunya memberikan kesempatan
yang cukup untuk mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan.
Dengan pertimbangan
ini maka jangka waktu perlindungan yang lebih panjang
akan memberi peluang kepada mereka untuk menikmati manfaat ekonomi secara lebih
memadai dari hasil penemuannya.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 9 ayat
(2) lama. Angka 7
Perpanjangan jangka waktu perlindungan paten sederhana dari
semula 5 (lima) tahun
menjadi 10 (sepuluh) tahun pada dasamya merupakan
optimasi perlindungan bagi
jenis penemuan yang banyak dihasilkan oleh penemu-penemu
Indonesia. Hal itu sama sekali tidak dimaksudkan untuk menghalangi
masyarakat untuk segera dapat menggunakan
penemuan tersebut setelah menjadi publik domein. Perpanjangan tersebut ditetapkan dalam batas yang wajar dengan mempertimbangkan kepentingan para penemu Indonesia agar dapat lebih bergairah
melakukan kegiatan untuk
menghasilkan lebih banyak penemuan khususnya penemuan
yang sederhana.
Perubahan pokok pada Pasal ini adalah
dimasukannya unsur baru yaitu hak untuk melarang impor. Karena
adanya
unsur
baru
tersebut, maka
perumusan kalimat
awal dalam Pasal tersebut juga disesuaikan.
Sedangkan penambahan ketentuan
baru
yang
dijadikan ayat
(2), dimaksudkan untuk benar-benar membatasi pada produk yang dihasilkan dari penggunaan
Paten Proses 11 yang bersangkutan secara
langsung. Hal
ini
diperlukan karena
sangat besarnya kemampuan dalam pengembangan teknologi
di bidang proses dan dengan
demikian juga merupakan langkah
untuk mengurangi kemungkinan penyalahgunaan hak yang dapat
merugikan perekonomian pada umumnya.
Perubahan ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan Persetujuan TRIPs.
Adapun penghapusan frasa "melaksanakan secara perusahaan atas patennya", dimaksudkan untuk
menghindari
rumusan
yang
duplikasi
dengan
rumusan
Pasal
5
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989, yaitu untuk dapat
diterapkan dalam industri bagi
suatu penemuan.
Sedangkan
perubahan frasa "dengan memberikan persetujuan kepada orang lain" dan frasa
"melarang orang lain yang
tanpa
persetujuannya"
dimaksudkan untuk mempertegas adanya norma larangan
terhadap paten.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 17 lama.
Angka 9
Penambahan ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) yang baru ini dianggap perlu untuk
mengakomodasi rasiona1itas ekonomi dari pemanfaatan paten. Sebab, tidak
semua jenis penemuan yang diberi paten dapat secara ekonomi menguntungkan apabila skala pasar bagi produk yang bersangkutan
tidak seimbang
dengan investasi yang dilakukan. Beberapa cabang industri menghadapi persoalan ini, seperti misalnya di bidang farmasi.
Di cabang industri seperti ini skala kelayakan
ekonominya seringkali meliputi pasar
yang berskala regional misalnya kawasan Asia Tenggara.
Untuk itu kelonggaran
diberikan atas dasar penilaian yang obyektif.
Apabila
paten tidak akan
dilaksanakan di Indonesia, Pemegang
Paten mengajukan permintaan kelonggaran yang disertai dengan alasan dan bukti-bukti
yang diberikan oleh instansi yang berwenang.
Misalnya di bidang obat atau
farmasi, bukti serupa itu diberikan
oleh Departemen Kesehatan. Sedangkan di bidang elektronika diberikan oleh Departemen
Perindustrian dan Perdagangan. Apabila penemuan
tersebut menyangkut teknologi untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya
alam, keterangan diberikan oleh Departemen Pertambangan dan Energi.
Sedangkan
ketentuan lebih lanjut mengenai syarat
pengecualian yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah diharapkan harus tetap
memperhatikan upaya untuk
menunjang alih teknologi
yang efektif dan dapat
meningkatkan devisa negara.
Perubahan Pasal 21 dimaksudkan
untuk
menyesuaikan
dengan
ketentuan
Persetujuan
TRIPs sebagaimana telah diakomodasi melalui
perubahan Pasal 17.
Namun begitu, perubahan itupun tetap dilakukan
dengan memperhatikan kebutuhan pembangunan nasional. Dalam pengertian ini ada dua langkah
penting :
Pertama, memanfaatkan kemungkinan
yang masih terbuka berdasarkan
Pasal 5 quater Konvensi Paris. Dengan ketentuan
ini maka hak Pemegang Paten atas suaru proses
untuk melarang kegiatan impor produk yang dihasilkan dengan proses tersebut
tanpa persetujuannya, hanya dibatasi pada produk yang
secara langsung dan semata-mata
dihasilkan dari penggunaan proses yang bersangkutan.
Kedua, memberikan kelonggaran tetapi
sekaligus juga pembatasan bagi
kemungkinan telah diimpomya produk tertentu yang berlangsung dan dimungkinkan atas dasar ketentuan Pasal 17 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten.
Ketentuan
Pasal 21 dahulu disusun dengan pertimbangan untuk
menjaga keseimbangan antara hak
dan
kepentingan, serta
kebutuhan untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Ketentuan tersebut
bersifat sangat strategis terutama karena
adanya latar belakang kepentingan nasional dalam pembinaan dan
pengembangan industri didalam
negeri. Penegasan bahwa importasi
tidak dianggap sebagai pelanggaran paten, pada
dasarnya hanya ditujukan pada produk tertentu yang dilindungi paten. Adapun perubahan yang dilalukan pada dasamya
diarahkan untuk tetap memberikan perlindungan bagi
kepentingan industri tertentu dan kepentingan nasional
pada umumnya. Rumusan ketentuan baru ini pada dasarnya mengakui Hak Pemegang Paten untuk melarang orang lain
yang tanpa persetujuannya mengimpor produk patennya. Namun, hak serupa itu hanya dapat dilaksanakan apabila penemuan yang berupa proses
untuk membuat produk yang
diimpor tadi telah memperoleh paten,
dan dilindungi berdasarkan Undang-undang ini serta telah digunakan
untuk membuat produk di Indonesia. Dengan pengaturan ini maka impor suatu produk atau padanannya
yang dilindungi oleh Paten Proses,
tetap dapat
dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dan tidak
dianggap
sebagai
pelanggaran paten
sejauh produk tersebut belum dibuat di Indonesia.
Angka 11
Penghapusan Pasal 22 didasarkan
pada pertimbangan praktis, yaitu untuk
menghindarkan benturan dengan
ketentuan Pasal 66. Sebagai
pengganti, terutama untuk memperkuat ketentuan
Pasal 66, dilakukan
penyempurnaan pada ketentuan yang berkenaan dengan tuntutan ganti rugi. Sebenarnya, ketentuan Pasal 22 tersebut mengandung pengertian yang bersifat
netral. Tetapi dalam praktek ketentuan tersebut
memberi kemungkinan timbulnya
masalah. Artinya, meskipun benar bahwa tidak
ada
perlindungan paten sebelum paten diberikan, tetapi dalam praktek ketentuan tersebut
dapat merugikan kepentingan orang yang
mengajukan permintaan paten. Bagi pihak yang beritikad tidak baik,
ketentuan tersebut memberi peluang untuk menggunakan atau memanfaatkan penemuan selama
penemuan tersebut belum diberikan
Paten. Masyarakat dapat dengan bebas
menggunakannya. Dengan perubahan ini maka pemakaian seperti itu
dapat dihindarkan.
Ketentuan Pasal 33 ayat
(2) pada dasarnya mengatur penentuan mengenai tanggal penerimaan permintaan paten.
Ketentuan seperti itu mestinya
hanya memuat kewajiban pemenuhan persyaratan minimum dan
bukannya
persyaratan maksimum yang mencakup seluruh persyaratan administratif.
Dari
segi pelaksanaan, tidak
dipenuhinya ketentuan
persyaratan sebagaimana diatur dalam
Pasal 29 tidak mengakibatkan ditangguhkannya penetapan tanggal penerimaan
permintaan paten. Kekurangan
tersebutnya
akan mengakibatkan tidak diakuinya pengajuan permintaan paten dengan
hak prioritas. Dengan kata lain, tangga1 prioritas pada permintaan paten tersebut
tidak diakui. Tanggal penerimaan permintaan paten semata-mata ditentukan berdasarkan pemenuhan persyaratan yang ,entukan dalam Pasal
30. Hal ini berarti, tidak dipenuhinya ketentuan Pasal 31 tidak dapat dijadikan
alasan untuk menangguhkan tanggal
penerimaan permintaan paten.
Sebab, tenggang waktu pelaksanaan penelusuran dan pemeriksaan di setiap negara tidak selalu sama.
Angka 13
Perubahan
ini bersifat penyempurnaan.
Tujuannya unruk menghindarkan kesalahpahaman yang dalam praktek sering terjadi karena kurang jelasnya arti kata “tidak
memperluas lingkup perlindungan”. Perubahan dilakukan
dengan mengganti rumusan menjadi “tidak memperluas
lingkup penemuan”. Sedangkan
yang dimaksud dengan “menambahkan hal yang baru” adalah menambahkan pokok penemuan atau
“subject matter” yang tidak dinyatakan dalam
permintaan paten yang telah diajukan
sebelumnya.
Angka 14
Perubahan ini juga bersifat penyempumaan, untuk lebih memperjelas. Selanjutnya lihat pula penjelasan Pasal 40 lama.
Angka 15
Ketentuan
Pasal 42 dihapus sebagai konsekuensi dari perubahan ketentuan mengenai jangka waktu perlindungan paten yang ditetapkan menjadi 20 (dua puluh) tahun. Dengan perubahan tersebut
maka ketentuan tentang perpanjangan jangka waktu
paten tidak diperlukan lagi.
Angka 16
Seperti
halnya penghapusan Pasal 42, penghapusan ketentuan Pasal 43 ini juga merupakan konsekuensi dari perubahan jangka waktu perlindungan paten yang tidak
menentukan adanya perpanjangan jangka
waktu paten lagi.
Angka 17
Lihat Penjelasan Angka 15 dan Angka 16. Angka
18
Perubahan Pasal 47 ayat (1) pada dasamya dimaksudkan
untuk memperjelas hal-hal yang menjadi persyaratan dalam pelaksanaan pengumuman permintaan paten. Pada ketentuan
semula,
pencantuman Pasal 1 sebagai persyaratan, dinilai berlebihan. Ketentuan
pasal tersebut tidak bersifat
mutlak. Penjelasan tentang penghapusan fungsi Pasal 31 pada Pasal ini, berlaku pula bagi penjelasan Pasal 55 ayat (2).
Sedangkan perubahan mengenai
wakru pelaksanaan pengumuman permintaan paten dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan jangka
waktu
pengumuman sebagaimama diatur
dalam
pengaturan internasional
mengenai kerjasama paten atau Patent Cooperation Treaty (PCT). Perubahan ini juga
memberi dampak yang bersifat
menguntungkan bagi para penemu
di dalam negeri apabila akan
mengajukan permintaan paten di luar negeri.
Sebab, sifat kebaruan penemuan
akan
tetap terpelihara.
Mengenai
pelaksanaan pengumuman, hal
itu dilakukan
secepatnya setelah bulan kedelapan belas terhitung sejak tanggal
diterimanya Permintaan paten.
Sedangkan
yang dimaksud dengan “hak prioritas” adalah hak yang dimiliki oleh penemu (yang berhak atas penemuan) untuk mengajukan Permintaan paten penemuan yang sama
di negara-negara lain yang merupakan
negara anggota Konvensi
Paris dalam jangka wakru
tertentu (dalam hal paten 12 (dua belas) bulan sejak pengajuannya
yang pertama) dan mengklaim agar pengajuannya di negara-negara yang lain tersebut dapat dianggap seolah- olah dilakukan
pada tanggal pengajuan yang pertama kali.
Pengaturan ini adalah merujuk kepada Art. 4 huruf C butir 4 Konvensi Paris.
Dengan demikian,
Permintaan paten
dengan hak prioritas adalah permintaan paten yang diajukan ke Kantor Paten (Indonesia) dan mengklaim bahwa pengajuan permintaan
paten
yang bersangkutan
dapat
dianggap
seolah-olah telah
diajukan
pada
saat yang sama dengan permintaan paten yang sama di negara-negara lain yang merupakan anggota Konvensi Paris.
Angka 19
Perubahan dilakukan dengan
menghapuskan
ketentuan
mengenai
jumlah Permintaan
paten dan
menambahkan dua
unsur penting yang
perlu dicantumkan dalam pengumuman. Jumlah permintaan paten ditiadakan sebab Pasal 24 telah dengan tegas menyatakan bahwa
satu permintaan paten hanya dapat diajukan untuk satu penemuan. Sedangkan pencantuman klasifikasi penemuan beserta gambar selain
untuk menyesuaikan dengan pengaturan internasional dalam
rangka
kerjasama paten,
juga memberi kemudahan untuk mengetahui dengan tepat klasifikasi
penemuan yang dimintakan
paten
tersebut. Bagi masyarakat yang ingin mengetahui atau mendalami jenis teknologi tertentu,
mereka akan sangat terbantu dalam
menelusuri
bahan-bahan yang diperlukannya.
Klasifikasi dapat menjadi petunjuk
untuk mendapatkan referensi yang
berkaitan dengan jenis teknologi yang
diinginkan.
Adapun yang dimaksud dengan “klasifikasi” adalah pembagian
teknis jenis teknologi
yang dibagi dalam 8
(delapan) bidang utama yang dilambangkan dalam huruf balok mulai dari A, B, C, D, E, F, G,dan
H.
Masing-masing bidang teknologi ini dibagi dalam klas-klas, subklas-subklas, grup-grup
utama (main groups), dan terakhir
dalam subgrup.
Jadi dengan mencanturnkan
klasifikasi lengkap dari suatu penemuan, maka akan mempermudah dan mempercepat seseorang
untuk mendapatkan informasi
atau referensi yang berkaitan dengan bidang
teknologi dari penemuan yang dimintakan patennya
atau yang telah diberikan
paten
secara tepat
dan
rinci.
Klasifikasi
paten ini sesuai dengan
“International
Patent Classification”
(IPC)
yang
disusun
dan
diterbitkan
oleh
World
Intellectual Property Organization (WIPO).
Sedangkan
yang dimaksud dengan “gambar”
adalah gambar teknik dari suatu penemuan tentang produk atau alat produksi
untuk proses yang digambarkan
dalam bentuk diagram, dan khusus dalam bidang elektronika digambarkan dalam bentuk
rangkaian. Gambar teknik ini dimaksudkan untuk memperjelas hal-hal yang diungkapkan dalam uraian
penemuan tersebut.
Selanjutnya lihat Penjelasan Pasal 49 lama. Angka
20
Yang dimaksud dengan “tetapi tidak lebih
awal dari tanggal berakhirnya pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48”, adalah
bahwa orang berhak mengajukan permintaan pemeriksaan substantif sebelum berakhimya masa pengumuman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, tetapi Kantor Paten baru akan memproses permintaan pemeriksaan substantif
tersebut setelah berakhimya masa pengumuman.
Angka 21
Perubahan
pada Pasal ini terutama dengan dimasukkannya unsur "Pemeriksa Paten
pada Kantor Paten lain". Hal
ini untuk memungkinkan pelaksanaan pemeriksaan permintaan paten berdasarkan pengaturan paten dalam
rangka kerjasama paten internasional.
Selanjutnya lihat Penjelasan Pasal 58 lama. Angka
22
Perubahan ketentuan Pasal 59 ayat
(1)
sebenarnya
berkaitan
dengan perubahan yang
dilakukan
pada ketentuan Pasal 1 angka 5. Sedangkan perubahan
pada ayat (2) dan ayat (3)
dimaksudkan untuk memperjelas status Pemeriksa Paten yang bekerja pada
Kantor Paten atas dasar pengangkatan oleh Menteri yang secara
administratif diberi kedudukan sebagai pejabat
fungsional. Dengan penegasan
itu maka menjadi
jelas perbedaannya dengan status tenaga ahli atau Pemeriksa
Paten dari Kantor Paten lain termasuk perbedaan dalam kaitan hak-hak yang dimilikinya.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 59 ayat
(3) lama. Angka 23
Perubahan dilakukan terhadap
ketentuan Pasal 60 ayat
(2) dengan menghapuskan kalimat yang berkaitan dengan kewajiban Pemeriksa Paten
menyampaikan "pendapat
dan saran kepada orang yang mengajukan permintaan paten termasuk kemungkinan perubahan atau perbaikan yang
perlu dilakukannya". Berdasarkan pengalaman, ketentuan
tersebut ternyata cenderung
tidak mendidik. Dengan perubahan ini maka apabila
terdapat ketidakjelasan atau kekurangan lain yang dinilai penting, Kantor Paten cukup memberitahukan agar dapat diperbaiki atau
dilengkapi oleh orang yang mengajukan
permintaan paten.
Selanjutnya lihat Penjelasan Pasal 60 ayat (1)
dan ayat (3) lama.
Angka 24
Selain untuk lebih mendekati pengaturan internasional dalam rangka kerjasama paten, perpanjangan jangka waktu bagi Kantor Paten dalam memberikan
keputusan terhadap permintaan paten ini dimaksudkan untuk memberi
kesempatan yang lebih wajar kepada para Pemeriksa Paten dalam melakukan
pemeriksaan substantif agar dapat
bekerja secara lebih teliti. Perpanjangan jangka waktu dari
24 (dua puluh empat) bulan menjadi 36 (tiga puluh enam) bulan ini setidaknya
dapat mengurangi beban
dan tekanan waktu sehingga dapat diperoleh hasil pemeriksaan yang lebih obyektif.
Angka 25
Perubahan ini juga bersifat
penyempurnaan. Sebelum
diubah, Undang-undang Nomor 6
Tahun 1989 tentang Paten
menegaskan bahwa keputusan penolakan permintaan paten berlangsung hanya atas dasar alasan tidak dipenuhinya
ketentuan Pasal 2, Pasal 3, dan
Pasal 5. Sementara itu, penolakan
sebenarnya juga dapat berlangsung karena tidak dipenuhinya ketentuan Pasal 30 ayat
(1) dan ayat (2), Pasal 39 dan Pasal 60 atau karena melanggar ketentuan mengenai pengecualian sebagaimana diatur dalam
Pasal 7. Dengan penyempurnaan ini, maka dasar hukum bagi penolakan permintaan paten
menjadi lebih jelas dan tegas.
Angka 26
Penghapusan Pasal 63 ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
isi ketentuan tersebut telah ditampung dalam Pasal 7 dan ditegaskan dalam perbaikan ketentuan Pasal 62.
Angka 27
Perbaikan
pada ayat (1) dimaksudkan untuk lebih
memberikan kesempurnaan bagi
tugas Komisi Banding Paten. Dalam ketentuan yang lama, yang ditetapkan adalah batas waktu penyelesaian pemeriksaan banding. Dengan ketentuan
baru bukan saja ditentukan saat mulai dilakukannya pemeriksaan, tetapi juga dipertimbangkan
adanya kelonggaran agar Komisi Banding Paten dapat menyelesaikan tugasnya
secara lebih teliti dan tepat.
Walaupun
dalam Pasal ini tidak ditentukan batas waktu penyelesaian permintaan banding, namun
dalam penyelesaian tetap
memperhatikan asas peradilan
yakni dilakukan secara cepat, sederhana, dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.
Selanjutnya lihat Penjelasan Pasal 71 ayat (2), sampai dengan ayat
(4) lama. Angka 28
Perubahan pada ayat (1) dan ayat (2) dimaksudkan
untuk memperjelas ketentuan dalam kaitan perjanjian lisensi. Perjanjian serupa itu pada dasarnya
wajib dicatatkan di Kantor Paten dan bukan didaftarkan. Sebab, dari
segi administratif, keputusan dapat atau tidaknya perjanjian lisensi tersebut didaftar
hanya dapat dilakukan atas dasar mekanisme pendaftaran yang mengatur persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Sedangkan kewajiban yang dimaksud
dalam Pasal ini adalah mencatatkan perjanjian lisensi tersebut
di Kantor Paten. Dengan tercatatnya perjanjian lisensi,
maka Kantor Paten dapat melakukan penilaian apakah perjanjian lisensi tersebut memuat hal-hal
yang dapat merugikan kepentingan ekonomi nasional
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 78.
Khusus mengenai penambahan ketentuan yang
dijadikan ayat (la) ini dimaksudkan untuk memberikan
penegasan mengenai akibat hukum terhadap
pihak ketiga apabila
perjanjian lisensi tidak
dicatatkan
pada Kantor Paten.
Angka 29
Penambahan ketentuan ayat (2a) baru ini dipandang penting sebab ketentuan Pasal
82 hanya mengatur kesempatan mengajukan
permintaan
Lisensi
Wajib setelah
lewatnya jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan. Dengan penyempurnaan ini maka
selain tidak dibatasi jangka waktunya,
dasar pengajuan permintaan
Lisensi Wajib pun dipertegas.
Arahnya untuk lebih menjamin
prinsip keseimbangan antara hak dan kewajiban
Pemegang Paten. Melalui mekanisme ini maka dapat dikurangi ciri negatif yang
mungkin melekat pada sifat eksklusifitas paten.
Adapun yang dimaksud
dengan kepentingan masyarakat
diantaranya adalah penyediaan
produk secara
terbatas semata-mata untuk kepentingan pengendalian pasar atau
penentuan harga, sedangkan kesempatan
maupun kemampuan untuk
memproduksi secara cukup sebenarnya memungkinkan.
Walaupun dalam
Pasal ini tidak ditentukan batas waktu penyelesaian permintaan banding, namun dalam penyelesaian
tetap memperhatikan asas peradilan yakni dilakukan secara cepat, sederhana, dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 82 ayat
(1), ayat (2) dan ayat (3) lama.
Angka 30
Penambahan ketentuan baru ini dimaksudkan untuk
melengkapi bukti bahwa selain
kemampuan dan fasilitas yang harus dimiliki,
orang yang mengajukan permintaan Lisensi Wajib harus telah melakukan
upaya-upaya untuk mendapatkan lisensi dari Pemegang Paten dan tidak berhasil.
Dalam hal demikian
hakim dapat memiliki pertimbangan yang cukup dari bukti yang
diajukan mengenai dapat atau tidaknya Lisensi
Wajib tersebut diberikan.
Adapun yang dimaksud dengan “waktu yang cukup” adalah tenggang
waktu yang memadai yang dapat dipergunakan pemohon dalam usaha untuk mendapatkan lisensi
biasa. Sedangkan yang dimaksud dengan mengambil langkah-Iangkah antara
lain mencari alamat Pemegang Paten, menghubungi
untuk
menyampaikan keinginannya meminta lisensi dan merundingkan syarat-syarat
perjanjian lisensi.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 83 lama.
Angka 31
Perubahan
ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan perubahan yang dilakukan terhadap ketentuan Pasal 18 ayat (2).
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 84 lama.
Angka 32
Penambahan ini dimaksudkan untuk mempertegas
prinsip Lisensi Wajib yang harus bersifat non-eksklusif
dan penggunaannya bagi kepentingan
pasar dalam negeri. Yang terakhir
ini berarti tidak boleh diekspor.
Dengan sifat “non eksklusif” berarti Pemegang Paten dapat
pula memberikan lisensi kepada pihak ketiga lainnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan “non-eksklusif" adalah Lisensi Wajib dapat diberikan
atau diminta secara tidak terbatas. Pemberian Lisensi Wajib kepada seseorang tidak menutup kemungkinan diberikannya Lisensi
Wajib yang sama pada pihak
lain.
Angka 33
Penambahan ketentuan
ayat
(2a) ini dimaksudkan
untuk memperjelas
adanya kemungkinan bagi Pemegang
Paten untuk dapat saling memberikan lisensi dengan
Pemegang Paten lainnya guna menghindarkan kemungkinan saling menuntut.
Mereka dapat saling memberi lisensi
berdasarkan persyaratan yang
wajar.
Sedangkan
yang dirnaksud dengan
"persyaratan
yang wajar" antara
lain tidak bertentangan dengan kepentingan umum, harga yang terjangkau dan dapat rnenunjang terlaksananya alih teknologi
yang efektif.
Apabila paten serupa itu dilisensikan, maka Pemegang Lisensi tidak dapat rnengalihkan paten yang
bersangkutan
kecuali
bila
hal
itu dilakukan bersama-sama dengan
paten lainnya yang telah ada tadi.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 88 lama.
Angka 34
Penambahan kata "putusan" pada Pasal 89 ayat
(3) ini dimaksudkan untuk memperjelas maksud sebenarnya dari ketentuan
ini. Artinya, yang diberitahukan oleh Kantor Paten adalah putusan yang telah dicatat dan
diumumkan dalam Berita Resmi Paten.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 89 lama.
Angka 35
Perubahan
dalam ayat (1) tersebut dimaksudkan untuk menampung kenyataan yang berlangsung dalam dunia
usaha. Masalahnya, ketentuan yang larna yang hanya membatasi pada pewarisan dinilai kurang menjamin terwujudnya tujuan pemberian Lisensi Wajib. Atas dasar itu maka ketentuan pada ayat
(1) diperluas. Ini berarti, sejauh alasan-alasan
untuk minta Lisensi Wajib masih ada, maka adanya kemungkinan kesulitan yang
dihadapi oleh Pemegang Lisensi Wajib dalam melaksanakan lisensi
yang bersangkutan perlu juga mendapat pertimbangan.
Hal ini sering terjadi dalam kegiatan perekonomian.
Namun begitu, untuk mencegah adanya penyalahgunaan,
pengalihan tersebut disertai syarat bahwa kegiatan usaha atau bagian kegiatan
usaha yang menggunakan paten yang diperoleh dengan Lisensi Wajib juga harus dialihkan.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 92 lama.
Angka 36
Perubahan
terhadap ketentuan Pasal 94 ini dimaksudkan untuk menata pengaturan mengenai
pembatalan paten agar lebih efektif. Sebab, hal yang sebenarnya jelas-jelas diketahui
oleh
Kantor Paten,
---
dan
dengan
demikian
dapat menyatakan
batal
demi
hukum ---, adalah hanya dalam hal yang berkaitan
dengan pembayaran biaya tahunan. Selanjutnya, ketentuan persyaratan yang semula
diatur dalam ayat (1) huruf a dipindahkan ke Pasal 97 dengan penyempurnaan. Pelaksanaan
kewajiban untuk melaksanakan Paten
dilakukan dengan tetap memperhatikan
Pasal
18.
Angka 37
Penambahan ketentuan ayat (1) huruf c ini merupakan
pemindahan dengan perubahan atas materi ketentuan Pasal 94 ayat
(1) huruf a Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten.
Pertimbangannya karena pada prinsipnya paten yang tidak dipakai selama jangka waktu
36 (tiga puluh enam) bulan sejak tanggal pemberiannya
sudah terbuka untuk dimintakan Lisensi Wajib. Jadi, pembatasan selama dua tahun pada ketentuan ini
sudah memadai. Secara prinsip, langkah
ini tidak mengubah
pemikiran dasar tentang
pertimbangan antara hak dan kewajiban yang melandasi pengaturan
dalam Undang-undang Paten selama ini.
Sedangkan penambahan ketentuan ayat (4) dimaksudkan untuk menegaskan pihak yang
berhak mengajukan gugatan dalam hal pemberian Lisensi Wajib ternyata tidak
mampu mencegah terus berlangsungnya pelaksanaan paten yang merugikan kepentingan masyarakat. Dalam
hubungan keperdataan yang menyangkut
kepentingan masyarakat, gugatan diajukan oleh penuntut
umum atas nama
negara. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal
27 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia.
Adapun yang dimaksud dengan frasa “ternyata tidak mampu mencegah
terus berlangsungnya pelaksanaan paten dalam bentuk dan dengan cara yang
merugikan kepentingan masyarakat” adalah bahwa walaupun telah
diberikan Lisensi Wajib, tetapi
pemberian Lisensi Wajib tersebut tidak diikuti
pelaksanaannya, sehingga produk tersebut yang sangat dibutuhkan masyarakat tidak terpenuhi dan maksud pemberian
Lisensi Wajib tersebut tidak
terlaksana.
Misalnya
produk obat, sehingga
harga obat tetap mahal karena tetap sedikit
yang diproduksi. Selain pertimbangan
tersebut di atas, dalam
prakteknya Kantor Paten tidak
akan dapat memantau dilaksanakan atau tidaknya paten dalam jangka waktu tertentu.
Oleh karenanya pembatalan paten karena tidak
dilaksanakannya dalam jangka waktu tertentu tersebut mekanismenya dilakukan melalui gugatan ke pengadilan.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 97 lama.
Angka 38
Perubahan pada ayat (1) dimaksudkan untuk memperjelas bahwa keadaan yang digambarkan dalam ketentuan
yang baru hanya berlangsung apabila paten itu
sendiri masih ada. Artinya pada saat dibatalkan, masih ada orang lain yang sebenamya berhak
atas paten yang bersangkutan. Keadaan seperti itu
mungkin terjadi apabila
terdapat dua Pemegang Paten dimana salah satu diantaranya kemudian secara hukum dinyatakan sebagai yang lebih berhak. Seiring
dengan kejelasan yang diberikan dalam ayat (1) maka kelanjutan pembayaran royalti dilakukan
dengan Pemegang Paten yang
lebih berhak. Demikian pula dalam hal Pemegang Paten yang telah menerima pembayaran
royalti secara sekaligus diatur ketentuan baru bagi
penyelesaiannya dengan Pemegang Paten
yang sebenarnya berhak.
Angka 39
Dalam menilai kebaruan penemuan
sederhana ini. Kantor Paten hanya
menggunakan referensi dari penemuan-penemuan sederhana yang dilakukan di Indonesia. Unsur kebaruan yang dinilai mencakup
pula adanya kemajuan
teknologi yang ada pada penemuan yang dimintakan Paten Sederhana tersebut.
Penilaian
seperti ini harus dibedakan
dari penilaian yang dilakukan untuk pemeriksaan adanya langkah penemuan (inventive steps) yang mutlak disyaratkan pada
perrnintaan paten biasa.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 110 lama.
Angka 40
Perubahan
pada ayat (2) pada
pokoknya menghapus ketentuan tidak dikenakannya biaya
tahunan bagi Paten Sederhana. Dengan penghapusan
itu maka terhadap Paten Sederhana juga dikenakan
kewajiban membayar biaya tahunan.
Angka 41
Perubahan dalam ayat (1) adalah berupa penghapusan ka1imat "perpanjangan jangka waktu paten". Hal
ini merupakan konsekuensi dari ditiadakannya ketentuan mengenai
perpanjangan jangka waktu
perlindungan yang semula diatur dalam Pasal 42 Undang- undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 114 lama.
Angka 42
Perubahan pada ketentuan
ayat (1) dimaksudkan untuk
menyesuaikan dengan istilah
yang
digunakan
dalam Pasal 94, yaitu dinyatakan batal demi hukum. Sedangkan perubahan ketentuan ayat (2) dimaksudkan untuk menyesuaikan
dengan perubahan jangka waktu
paten menjadi 20 (dua puluh)
tahun.
Angka 43
Penambahan ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan bahwa Pemegang Paten dapat menggugat terhadap penggunaan penemuan secara tanpa
hak yang berlangsung selama proses
permintaan paten.
Ditambahkannya ketentuan baru ini dimaksudkan untuk
mempertegas dasar dan arah
bagi pengadilan negeri memutuskan pemberian
ganti kerugian atau menolaknya atas dasar
bukti-bukti yang terungkap
di pengadilan. Apabila orang
yang digugat melakukan pelanggaran tidak mengetahui atau memiliki alasan yang kuat untuk tidak mengetahui
bahwa ia telah melanggar
paten yang dilindungi di
Indonesia, maka hakim diberi wewenang untuk menolak tuntutan ganti kerugian tersebut. Ketentuan ini secara
terbatas dimaksudkan unruk memberi
perlindungan kepada orang yang benar-benar dengan tidak sengaja telah melakukan perbuatan yang sesungguhnya merupakan pelanggaran paten.
Angka 45
Ketentuan
ini ditambahkan sebagai pemenuhan terhadap Persetujuan TRIPs. Dalam
persetujuan tersebut diatur kewajiban
mengenai pembuktian terbalik dalam perkara pelanggaran
paten untuk proses.
Pembuktian terbalik tadi diterapkan mengingat
sulitnya penanganan perkara pelanggaran paten untuk proses. Sekalipun demikian, untuk menjaga
keseimbangan kepentingan yang wajar di antara para
pihak, hakim tetap
diberi kewenangan memerintahkan
pemilik paten untuk terlebih
dahulu menyampaikan bukti salinan surat paten bagi proses yang bersangkutan serta bukti awal yang memperkuat dugaannya tadi. Selain itu hakim juga wajib mempertimbangkan kepentingan pihak yang diduga melakukan pelanggaran untuk memperoleh perlindungan terhadap kerahasiaan proses yang telah diuraikannya
dalam rangka pembuktian yang harus dilakukannya di persidangan.
Ayat (1)
Pengertian proses yang dipatenkan atau paten bagi proses pada dasarnya mengacu
pada istilah yang sama yaitu
"Paten Proses" atau Process Patent". Yang
dimaksud dengan "produk baru" adalah
produk yang benar-benar baru dan
produk yang sama sebelumnya belum pernah ada.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Perlindungan terhadap
kerahasiaan tersebut
sangat penting mengingat
sifat suatu proses
yang pada umumnya
sangat mudah dimanipulasi atau
disempurnakan oleh orang yang memiliki pengetahuan yang umum sifatnya di bidang teknik atau teknologi.
Angka 46
Kewenangan hakim unruk memutuskan perampasan barang-barang hasil pelanggaran paten guna dimusnahkan. pada
dasarnya dimaksudkan untuk mencegah beredarnya barang-barang tersebut
dalam masyarakat. Hal ini penting untuk mencegah timbulnya kerugian yang
lebih besar pada
Pemegang Paten. Sesuai
dengan Ketentuan ini, perampasan dan pemusnahan tersebut dilakukan terhadap barang hasil pelanggaran paten baik yang berada di tangan pelanggar maupun yang ada di bawah kekuasaannya.
Perubahan
ini dimaksudkan untuk lebih memperjelas kewenangan Penyidik Pejabat Pegawai Negeri
Sipil (PPNS), dan tata cara pelaksanaan
tugas serta hubungannya dengan
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, dan Penuntut Umum.
Kejelasan ketentuan mengenai penyidikan
ini penting bagi aparat penyidik dalam melaksanakan
tugas penyidikannya. Untuk itu perlu penegasan
bahwa sekalipun Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan
departemen yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya meliputi pembinaan
di bidang Paten, diberi wewenang
khusus sebagai Penyidik, tetapi hal itu tidak meniadakan fungsi Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia sebagai Penyidik
Utama. Dalam melaksanakan tugasnya. Penyidik
PPNS berada di bawah koordinasi dan pengawasan
Penyidik Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia. Karenanya selama penyidikan
berlangsung Penyidik PPNS perlu berkonsultasi derigan
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Dalam tahapan inilah Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
memberikan petunjuk yang
bersifat teknis mengenai bentuk dan isi berita acara dan sekaligus
meneliti kebenaran materiil isi berita acara penyidikan tersebut. SeteIah penyidikan
seIesai, hasil penyidikan
tersebut diserahkan Penyidik PPNS kepada Penyidik
Pejabat Polisi NegaraRepublik Indonesia yang selanjutnya wajib segera menyampaikan hasil penyidikan kepada
Penuntut Umum. Hal ini sesuai
dengan prinsip yang ditegaskan dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 107
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Dalam rangka pemikiran
ini, kata “melalui” pada ayat (4) tidak harus diartikan bahwa Penyidik
Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia dapat
atau perlu melakukan penyidikan ulang.
Sebab, secara teknis bimbingan penyidikan ataupun pemberkasan hasil penyidikan pada dasarnya telah
diberikan oleh Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia pada saat
atau selama Pejabat Penyidik Pegawai Negari
Sipil melaksanakan Penyidikan.
Dengan demikian, prinsip kecepatan dan efektifitas
seperti yang
dikehendaki KUHAP dapat benar-benar
terwujud.
Pasal II
Ketentuan
ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya jangka waktu
perlindungan paten yang berbeda-beda karena adanya perubahan dengan ditetapkannya
jangka waktu perlindungan paten menjadi
20 (dua puluh) tahun.
Pelaksanaan penyesuaian jangka waktu perlindungan dilakukan
pada saat pembayaran
biaya tahunan untuk tahun berikutnya setelah tahun berlakunya Undang-undang ini.
Sumber:
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 Tentang Hak Paten
C.
Studi Kasus Tentang Hak Paten
a.
Hyundai dan
KIA Dituntut Kasus Hybrid
Maryland,
KompasOtomotif - Hyundai dan KIA kini tengah menghadapi tuntutan dari
perusahaan teknologi Paice, di Amerika Serikat, terkait pelanggaran hak paten
teknologi hibrida. Produsen raksasa
mobil Korea Selatan itu melalui produknya Hyundai Sonata dan Kia Optima
dituding telah menggunakan teknologi hibrida serupa dan gugutan sudah diajukan
Kamis (16/2/2012) di pengadilan federal Baltimore.
Paice
terus berusaha menjegal Hyundai dan KIA untuk tidak memproduksi hibrida kecuali
mau diselesaikan dengan jalan membayar lisensi tersebut. Dalam keterangan yang
dikutip caradvice hari ini (20/2/2012) menyebutkan, "Di awal 2004 kami
telah menghubungi Hyundai untuk mendiskusikan dan menawarkan teknologi hybrid
ini." Karena tidak ada kelanjutan kerjasama namun secara tiba - tiba
teknologi tersebut muncul di salah satu produknya, Paice menganggap pengadilan
adalah solusinya.
Sebelumnya,
Paice pernah menuntut Toyota pada 2010
karena juga memakai sistem hibrida yang sudah dipatenkan sejak 1994. Setelah
berjibaku selama setahun, akhirnya kedua perusahaan menyelesaikan kemelut
tersebut di luar pengadilan, dan Toyota pun terus memproduksi kendaraan
hybrid. Ford pun sempat bersitegang,
namun tidak sampai ke meja hijau karena menyetujui penggunaan lisensi teknologi
Paice.
(http://otomotif.kompas.com/read/2012/02/20/972/Hyundai.dan.KIA.Dituntut.Kasus.Hybrid)
b.
Hak
Paten Mesin Motor Bajaj Ditolak di Indonesia
Bajaj
Auto Limited sebagai produsen motor Bajaj menggugat Ditjen Hak Kekayaan
Intelektual (HAKI), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM). Sebab, permohonan
paten untuk sistem mesin pembakaran dalam dengan prinsip empat langkah ditolak
dengan alasan sudah dipatenkan terlebih dahulu oleh Honda Giken Kogyo Kabushiki
Kaisha.
"Kami
memohon penolakan ini dibatalkan oleh majelis hakim," kata kuasa hukum
Bajaj, Agus Tribowo Sakti dalam berkas kesimpulan yang disampaikan kepada
majelis hakim di PN Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada, Jakarta, Kamis,
(29/9/2011).
Kasus
tersebut bermula ketika Ditjen Haki menolak permohonan pendaftaran paten Bajaj
pada 30 Desember 2009 dengan alasan ketidakbaruan dan tidak mengandung langkah
inventif. Atas penolakan tersebut, Bajaj Auto mengajukan banding ke Komisi
Banding Paten. Namun Komisi Banding dalam putusannya pada 27 Desember 2010
sependapat dengan Direktorat Paten sehingga kembali menolak pendaftaran paten
tersebut.
"Ahli
yang kami hadirkan, Andy Noorsaman Sommmeng menyatakan prinsip Bajaj adalah
baru," bela Agus. Menurut Andy yang memberikan kesaksian dalam sidang
tersebut, satu silinder jelas berbeda dengan dua silinder. Untuk konfigurasi
busi tidak menutup kemungkinan ada klaim yang baru terutama dalam silinder
dengan karakter lain.
Namun,
kebaruannya adalah ukuran ruang yang kecil. Dimana harus ada busi dengan jumlah
yang sama. Hal di atas adalah baru, sebab penempatannya adalah satu mesin V
(double silinder) dan lainnya adalah satu silinder. "Keunggulan bakan
bakar yang hemat dan emisi yang ramah lingkungan adalah bentuk kebaruan,"
terang Agus.
Tapi
jangan buru- buru percaya begitu saja. Sebab, Ditjen HAKI punya catatan
tersendiri sehingga menolak permohonan paten ini. Yaitu, sistem ini telah
dipatenkan di Amerika Serikat atas nama Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha
dengan penemu Minoru Matsuda pada 1985. Lantas oleh Honda didaftarkan di
Indonesia pada 28 April 2006. Namun dalih ini dimentahkan oleh Bajaj.
"Bajaj
telah mendapat hak paten di negara asalnya, India selaku satu anggota World
Intellectual Property Organization," sangkal Agus.
Namun
Ditjen HAKI tidak mau berkomentar panjang atas gugatan ini. "Nanti saya
lapor pimpinan dulu," kata kuasa hukum Dirjen HAKI Ahmad Ikbal Taufik usai
sidang. Bajaj merupakan perusahaan yang berdiri sejak 1926. Perusahaan ini
bergerak di berbagai sektor industri seperti kendaraan roda dua, kendaraan roda
tiga dengan berbasis pada ilmu pengetahuan yang telah beroperasi dilebih dari
50 negara antara lain Amerika Latin dan Afrika.
(http://oto.detik.com/read/2011/09/29/150756/1733364/1208/hak-paten-mesin-motor-bajaj-ditolak-di-indonesia)
No comments:
Post a Comment