Kasus
1 : Pembajakan Software di Indonesia
Saat
ini kasus pembajakan Software di Indonesia semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya SDM para pengguna softwarenya. Akan tetapi dalam hal ini SDM yang
meningkat adalah SDM yang digunakan untuk bajak membajak, SDM untuk melakukan
crack pada software-software yang dibuat oleh penciptanya. Terkadang seorang
lulusan sarjana komputer atau informatika pun juga hobby melakukan bajak
membajak. Bahkan pada tahun 2007 Berdasarkan laporan Business Software
Alliance (BSA) dan International Data Corporation (IDC) dalam Annual
Global Software Piracy Study, Indonesia merupakan Negara terbesar ke 12 di
dunia dengan tingkat pembajakan software. Persentasenya cukup mengkhawatirkan
yakni mencapai 84 persen. Misalnya dari 100 komputer yang diteliti, sebanyak 84
buah diantaranya menggunakan software ilegal. Fenomena ini sangat menyedihkan
karena pembajakan ini mematikan kreasi dan industri software itu sendiri. Saat
ini Indonesia diperkirakan memiliki sekitar 300 perusahaan yang bergerak di
sektor Teknologi Informasi (TI). Dan dari jumlah itu, hanya 10
perusahaan lokal yang bergerak di industri software, sisanya lebih banyak
berkecimpung diluar software, misalnya perusahaan sistem integrasi dan service
dan perusahaan distributor produk hardware. Minimnya jumlah
industri software di tanah air dikarenakan seluruh pengembang software local
merasa sangat dirugikan oleh pembajakan. Maraknya pembajakan software telah
menyebabkan rendahnya kreativitas di industri bidang software ini.
(Sumber: http://sandracelly.blogspot.com/2011/02/kasus-hak-kekayaan-intelektual.html)
Komentar:
Menggunakan software bajakan sudah menjadi hal yang biasa dari kalangan pengguna pribadi hingga kalangan industri
sekalipun. Hal tersebut dipicu karena masih belum mampunya kondisi
ekonomi masyarakat untuk mampu membeli program yang harganya masih jauh
dengan kmampuan ekonomi indonesia. Sebaiknya untuk mengatasi agar
masyarakat tidak menggunakan software bajakan diadakanya pengenalan tentang kesadaran dampak dari pembajakan software serta
kemudahan mendapatkan dan menggunakan program-program mulai dari sistem
operasi dan program-program yang memiliki fungsinya masing-masing yang
ber open source. Karena masih banyak masyarakat yang mengenal tentang aplikasi yang open source sehingga masyarakat banyak yang menggunakan software bajakan.
Kasus
2 : Tari Pendet Diklaim Milik Malaysia
Sekitar tahun 2009 negara Malaysia
pernah mengklaim bahwa Tari Pendet yang berasal dari Bali merupakan tarian yang
berasal dari Malaysia. Padahal tari pendet sudah menjadi tarian upacara
keagamaan di Bali selama ratusan tahun, dan kini telah menjadi tarian selamat
datang khas Bali. Akan tetapi dengan mudahnya Malaysia mengklaim bahwa Tari
Pendet itu miliknya. Hal ini tentu saja membuat bangsa Indonesia gerah. Karena
bukan pertama kalinya Malaysia mengklaim budaya milik Indonesia sebagai hak
atas kekayaan intelektual mereka. Seperti Reog Ponorogo, Batik Solo, Angklung
Sunda, serta Wayang Kulit dari Jawa Tengah pun pernah diklaim oleh Malaysia.
Mengapa hal ini bias terjadi? Lepas dari klaim yang dilakukan Malaysia,
sebenarnya ada persoalan besar yang harus kita selesaikan yaitu perhatian
pemerintah terhadap budaya Indonesia. Jika ada kasus seperti diatas, maka
pemerintah Indonesia melalui Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata baru
kelihatan peduli. Pemerintah berjanji bahwa semua kekayaan budaya Indonesia
akan diinventarisasi dan kemudian didaftarkan sebagai hak cipta milik bangsa
Indonesia. Dengan adanya pendaftaran ini, maka secara yuridis tidak ada satu
negara pun dapat mengklaim budaya tersebut. Dalam kasus dengan Malaysia,
Indonesia juga melakukan pendekatan G to G (government to government) untuk
membahas penyelesaian dari kasus tersebut.
(Sumber: http://sandracelly.blogspot.com/2011/02/kasus-hak-kekayaan-intelektual.html)
Komentar:
Sebaiknya kesadaran tentang mencintai kebudayaan kita sendiri lebih ditingkatkan, karena sekarang ini tidak sedikit lagi masarakat yang lebih mencintai kebudayaan luar ngri ketimbang kebudayaan dalam negri yaitu kebudayaan kita sendiri, sehingga negara lain mengklaim bahwa kebudayaan yang sudah jarang dicintai oleh masyarakatnya sendiri di akui oleh negara Malaysia. kemungkinan pikiran negara malaysia dari pada kebudayaan tari pendet tidak dilestarikan lebih baik malaysia sendiri yang melestarikan dengan cara mengakui tari pendet adala kebudayaan milik malaysia. Pemerintapun lebih mengenalkan kebudayaan-kebudayaan warisan nenek moyang kepada generasi-generasi muda agar mengetahui dan melestarikan kebudayaan tersebut.
No comments:
Post a Comment