Tuesday, May 7, 2013

KASUS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Kasus 1 : Pembajakan Software di Indonesia

Saat ini kasus pembajakan Software di Indonesia semakin meningkat seiring dengan bertambahnya SDM para pengguna softwarenya. Akan tetapi dalam hal ini SDM yang meningkat adalah SDM yang digunakan untuk bajak membajak, SDM untuk melakukan crack pada software-software yang dibuat oleh penciptanya. Terkadang seorang lulusan sarjana komputer atau informatika pun juga hobby melakukan bajak membajak. Bahkan pada tahun 2007 Berdasarkan laporan Business Software Alliance (BSA) dan International Data Corporation (IDC) dalam Annual Global Software Piracy Study, Indonesia merupakan Negara terbesar ke 12 di dunia dengan tingkat pembajakan software. Persentasenya cukup mengkhawatirkan yakni mencapai 84 persen. Misalnya dari 100 komputer yang diteliti, sebanyak 84 buah diantaranya menggunakan software ilegal. Fenomena ini sangat menyedihkan karena pembajakan ini mematikan kreasi dan industri software itu sendiri. Saat ini Indonesia diperkirakan memiliki sekitar 300 perusahaan yang bergerak di sektor Teknologi Informasi (TI). Dan dari jumlah itu, hanya 10 perusahaan lokal yang bergerak di industri software, sisanya lebih banyak berkecimpung diluar software, misalnya perusahaan sistem integrasi dan service dan perusahaan distributor produk hardware. Minimnya jumlah industri software di tanah air dikarenakan seluruh pengembang software local merasa sangat dirugikan oleh pembajakan. Maraknya pembajakan software telah menyebabkan rendahnya kreativitas di industri bidang software ini.
(Sumber: http://sandracelly.blogspot.com/2011/02/kasus-hak-kekayaan-intelektual.html)


Komentar:
Menggunakan software bajakan sudah menjadi hal yang biasa dari kalangan pengguna pribadi hingga kalangan industri sekalipun. Hal tersebut dipicu karena masih belum mampunya kondisi ekonomi masyarakat untuk mampu membeli program yang harganya masih jauh dengan kmampuan ekonomi indonesia. Sebaiknya untuk mengatasi agar masyarakat tidak menggunakan software bajakan diadakanya pengenalan tentang kesadaran dampak dari pembajakan software serta kemudahan mendapatkan dan menggunakan program-program mulai dari sistem operasi dan program-program yang memiliki fungsinya masing-masing yang ber open source. Karena masih banyak masyarakat yang mengenal tentang aplikasi yang open source sehingga masyarakat banyak yang menggunakan software bajakan.

Kasus 2 : Tari Pendet Diklaim Milik Malaysia

Sekitar tahun 2009 negara Malaysia pernah mengklaim bahwa Tari Pendet yang berasal dari Bali merupakan tarian yang berasal dari Malaysia. Padahal tari pendet sudah menjadi tarian upacara keagamaan di Bali selama ratusan tahun, dan kini telah menjadi tarian selamat datang khas Bali. Akan tetapi dengan mudahnya Malaysia mengklaim bahwa Tari Pendet itu miliknya. Hal ini tentu saja membuat bangsa Indonesia gerah. Karena bukan pertama kalinya Malaysia mengklaim budaya milik Indonesia sebagai hak atas kekayaan intelektual mereka. Seperti Reog Ponorogo, Batik Solo, Angklung Sunda, serta Wayang Kulit dari Jawa Tengah pun pernah diklaim oleh Malaysia. Mengapa hal ini bias terjadi? Lepas dari klaim yang dilakukan Malaysia, sebenarnya ada persoalan besar yang harus kita selesaikan yaitu perhatian pemerintah terhadap budaya Indonesia. Jika ada kasus seperti diatas, maka pemerintah Indonesia melalui Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata baru kelihatan peduli. Pemerintah berjanji bahwa semua kekayaan budaya Indonesia akan diinventarisasi dan kemudian didaftarkan sebagai hak cipta milik bangsa Indonesia. Dengan adanya pendaftaran ini, maka secara yuridis tidak ada satu negara pun dapat mengklaim budaya tersebut. Dalam kasus dengan Malaysia, Indonesia juga melakukan pendekatan G to G (government to government) untuk membahas penyelesaian dari kasus tersebut.
(Sumber: http://sandracelly.blogspot.com/2011/02/kasus-hak-kekayaan-intelektual.html)
 
Komentar:
Sebaiknya kesadaran tentang mencintai kebudayaan kita sendiri lebih ditingkatkan, karena sekarang ini tidak sedikit lagi masarakat yang lebih mencintai kebudayaan luar ngri ketimbang kebudayaan dalam negri yaitu kebudayaan kita sendiri, sehingga negara lain mengklaim bahwa kebudayaan yang sudah jarang dicintai oleh masyarakatnya sendiri di akui oleh negara Malaysia. kemungkinan pikiran negara malaysia dari pada kebudayaan tari pendet tidak dilestarikan lebih baik malaysia sendiri yang melestarikan dengan cara mengakui tari pendet adala kebudayaan milik malaysia. Pemerintapun lebih mengenalkan kebudayaan-kebudayaan warisan nenek moyang kepada generasi-generasi muda agar mengetahui dan melestarikan kebudayaan tersebut.
 



No comments:

Post a Comment