MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN RESIKONYA
Menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah, maka Pemerintah Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang
tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab dalam memelihara kelestariannya.
Untuk mengantisipasi berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 tersebut, Kantor Menteri
Negara Lingkungan Hidup/Bapedal telah merumuskan interpretasi kewenangan
pengelolaan lingkungan hidup menurut UU tersebut.
Secara umum, kewenangan pengelolaan
lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.
Kewenangan Pusat
2.
Kewenangan
Propinsi
3.
Kewenangan
Kabupaten/Kota
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3)
Yang
dimaksud dengan limbah B3 disini adalah “setiap limbah yang mengandung bahan
berbahaya dan /atau beracun yang karena sifat dan /atau konsentrasinya dan
/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak dan
/atau mencemarkan lingkungan hidup dan /atau membahayakan.” Dampak yang
ditimbulkan oleh limbah B3 yang dibuang langsung ke lingkungan sangat besar dan
dapat bersifat akumulatif, sehingga dampak tersebut akan berantai mengikuti
proses pengangkutan (sirkulasi) bahan dan jaring-jaring rantai makanan. Mengingat
besarnya resiko yang ditimbulkan tersebut maka pemerintah telah berusaha untuk
mengelola limbah B3 secara menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan.
Misi Pengelolaan Limbah B3
Mengurangi
dan mencegah semaksimal mungkin ditimbulkannya limbah B3 dan mengolah limbah B3
dengan tepat sehingga tidak menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan dan
terganggunya kesehatan manusia.
Strategi Pengelolaan Limbah B3
1.
Mempromosikan
dan mengembangkan
Teknik minimisasi limbah melalui teknologi bersih,
penggunaan kembali, perolehan kembali, dan daur ulang.
2.
Meningkatkan
kesadaran masyarakat.
3.
Meningkatkan
kerjasama antar instansi,
Baik
di pusat, daerah maupun internasional, dalam pengelolaan limbah B3.
4.
Melaksanakan dan
mengembangkan
Peraturan
perundang-undangan yang ada.
5.
Membangun
Pusat-pusat Pengolahan
Limbah
Industri B3 (PPLI-B3) di wilayah yang padat industri
Pengelolaan Limbah Industri (B3) Oleh Pemerintah
Untuk
mencapai sasaran dalam pengelolaan limbah perlu di buat dan diterapkan suatu
sistem pengelolaan yang baik, terutama pada sektor-sektor kegiatan yang sangat
berpotensi menghasilkan limbah B3. Salah satu sektor kegiatan yang sangat berpotensi
menghasilkan limbah B3 adalah sektor industri. Sampai saat ini sektor industri merupakan
salah satu penyumbang bahan pencemar yang terbesar di kota-kota besar di Indonesia
yang mengandalkan kegiatan perekonomiannya dari industri. Untuk menghindari
terjadinya pencemaran yang ditimbulkan dari sektor industri, maka diperlukan
suatu sistem yang baik untuk melakukan pengawasan dan pengelolaan limbah
industri, terutama limbah B3-nya. Pengawasan limbah B3 adalah suatu upaya yang
meliputi pemantauan penataan persyaratan serta ketentuan teknis dan administrative
oleh penghasil, pemanfaat, pengumpul, pengolah termasuk penimbun limbah B3.
Sedangkan yang dimaksud pemantauan di sini adalah kegiatan pengecekan
persyaratan-persyaratan teknis administratif oleh penghasil, pengumpul,
pemanfaat,
pengolah termasuk penimbun limbah B3.
Sesuai
dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Keputusan Kepala
BAPEDAL Nomor KEP- 02/BAPEDAL/01/1998 tentang Tata Laksana Pengawasan Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Daerah, maka pengawasan dalam pelaksanaan
pengelolaan limbah B3 dapat dikelompokkan kedalam tiga kewenangan, yaitu
kewenangan Pemerintah Daerah Tingkat II, kewenangan Pemerintah Daerah Tingkaat
I dan kewenangan Bapedal.
Resiko Lingkungan Hidup
1.
Pencermaran
(Poilotion)
Pencemaran yang kini dirasakan bersamaan erat dengan
teknologi mekanisme, inclustrialismi
dan pola-pola hidup yang mewah dan konsurntif, MasaIah pencemaran timbul bilamana
suatu zat atau energi dengan tingkat konsentrasi yang demikian rupa hingga
dapat mengubah kondlisi lingkungan, baik langsung atau tidak langsung, dan pada
akhirnyal lingkungan tidak lagi berfungsi sebagairnana rnestinya.
2.
Timbul Berbagai
Penyakit
3.
Pemanfaatan
secara tidak terkendali
Masalah
selanjutnya yaitu rusaknya tata lingkungan ini rnprupakan darnpak dari tingkah
Iaku rnanusia dalam mengeksploitasi dan menggunakan sumber-sumber daya alam
secara tidak seimbang (over stress).
Disadari atau tidak, kenyataan ini dapat dilihat melalui praktek-praktek masyarakat,
seperti penebangan hutan sampai gundul, pemanfaatan ekosistim pantai,
penangkapan ikan laut sampai rnelampaui batas konservasinya.
4.
Kepadatan
Penduduk
5.
Meurunya
Populasi Flaura dan Fauna
6.
Ketidak
Seimbangan Ekosistem
Sumber:
Siahaan, nommy.
2004. Hukum lingkungan dan ekologi pembangunan. Erlangga: Jakarta.
ejurnal.bppt.go.id/index.php/JTL/article/download/214/162+&cd=39&h
No comments:
Post a Comment