KRIYA,DESAIN
DAN
INDUSTRI KECIL/MENENGAH
(Kasus
Undang-Undang Perindustrian dan Hak Cipta)
Nanang Rizali
dipublikasikan pada Jurnal Seni Rupa dan
Desain Vol.2 No.5 September 2002
Abstraksi
Salah satu karya seni kerajinan
Nusantara yang mampu bertahan hingga saat ini adalah tekstil tradisional. Untuk
menghindari kerancuan dalam pengertian¬nya, istilah seni kerajinan (craft)
diidentikan dengan kriya. Dalam prosesnya beragam jenis kriya merupakan
kegiatan Vesain' tradisional yang potensial untuk dikembangkan. Desain, selain
berarti rancangan juga merupakan proses kreatif yang mempertimbangkan berbagai
aspek seperti estetik, bahan, teknik dan fungsi, sehingga menghasilkan sesuatu
yang bermanfaat bagi masyarakat. Untuk memenuhi persaingan pasar dan
globalisasi, produk kriya dapat dikembangkan melalui sektor industri kecil/
menengah. Oleh karena itu perlu diperhatikan perlindungan hukum terhadap kriya
dan desain produk melalui Undang-undang Hak Cipta.
Kata Kunci: kriya, desain produk,
industri kecil/ menengah, Undang-undang Hak Cipta
I.
Pendahuluan
Sejak dahulu wilayah
Nusantara dikenal sebagai daerah yang strategis dalam jalur perdagangan manca
negara, dengan kekayaan hasil buminya seperti rempah-rempah telah mengundang
minat bangsa lain. Pada mulanya bangsa-bangsa Eropa seperti Portugis dan Belanda
datang untuk berdagang, tetapi lama kelamaan mereka menjadi penjajah. S6telah
itu merupakan masa penjajahan Belanda, selama periode ini bangsa Indonesia
dikenalkan kepada kebudayaan barat. Hal ini terbukti dengan adanya arsitektur
gaya Art Deco di Bandung, Yogyakarta dan Surakarta sebagai nostalgia
orang-orang barat. Pada waktu itu Belanda telah mencoba menciptakan Alat Tenun
Bukan Mesin (ATBM) 1926 dan mencoba kerajinan rotan (1935) untuk mengembangkan
kerajinan rakyat yang sudah ada.
Sebenarnya masa penjajahan,
bangsa kita telah memiliki kepandaian dalam hal kerajinan seperti tenunan,
batik, keris dan lain sebagainya. Karakteristik wilayah yang agraris menjadikan
kerajinan rakyat bersifat kolektif yang dimiliki oleh kelompok suku-suku.
Kerajinan masyarakat pada waktu itu merupakaan kegiatan `desain' tradisional
yang hidup dalam kurun waktu yang lama hingga sekarang. Selah satu bentuk
kerajinan Indonesia yang mampu bertahan sampai saat ini adalah kerajinan tenun
tradisional seperti ikat, selendang, stagen, lurik, songket, batik, dan lain
sebagainya. Kerajinan rakyat ini merupakan pekerjaan sampingan dan pada bertani
sebagai kegiatan `industri' tradisional (kriya). Karena pada waktu itu
penghasilan untuk penghidupan sebagaian besar masyarakat adalah dari sektor
pertanian.
Setelah zaman penjajahan, yaitu periode
kemerdekaan tahun 1950/1960 bangsa Indonesia mulai mencari pola ekonomi yang
sesuai, sehingga mulai digalakkan koperasi. Pada masa ini dimanfaatkan untuk
membangun sara fisik seperti gedung atau planologi kota, sehingga mulai saat
itu bangsa kita dikenalkan pada teknologi melalui konstruksi bangunan. Hal ini
berlanjut sampai masa orde baru (1965), sebelumnya telah dirintis pabrik baja
di Cilegon sebagai tahap awal industriali¬sasi di Indonesia. Bersamaan dengan
itu dimulainya pelaksanaan Repelita I, pada, masa ini dianggap sebagai masa
awal pembangunan Indonesia. Pembangunan pada Pelita I lebih ditekankan pada
pembangunan sektor pertanian dan pengembangan industri terbatas pada 7sektor
pendukung pertanian sebagai penyebar luasan pengertian teknologi dalam
masyarakat. Di antaranya sistem pola tanam kepada teknologi irigasi, sehingga
akhirnya Indonesia berhasil berswasembada pangan. Selian mulai berkembangnya
industri pertanian dengan berbagai penunjang dan teknologinya, maka sektor
industri non pertanian mulai tumbuh, misalnya industri tekstil (1967).
Pada Pelita II
ditingkatkan pada usaha untuk penanaman modal asing sebagai penunjang dan
prasarana pembangunan industri. Akibat dan itu munculnya alih teknologi sebagai
usaha transformasi teknologi untuk memajukan industri. Tetapi dampaknya adalah
adanya industri lisensi yang didasarkan pada pola perdagangan, sehingga
meningkatkan konsumerisme. Sejalan dengan perkembangan tersebut sekitar tahun
1970 masuknya modal asing juga dengan tenaga ahlinya. Sebenarnya pemerintah
bermaksud menumbuhkan sektor industri dengan penanaman modal asing, tetapi
karena negara penanam sedemikian majunya, maka perekonomian yang tumbuh
bergantung pada teknologi yang tinggi. Apabila diperhatikan dan sejarahnya,
maka Indonesia memiliki beberapa kemampuan yang potensial untuk dikembangkan,
yaitu `tradisi industri' (kriya) dengan berbagai penyesuaian untuk pengembangan
diri seperti teknologinya dengan berorientasi kepada pemakai dan pasar serta
lerobosan desain' dan inovatif.
Sepeti kenyataannya
banyak negara maju yang mengimpor barang-barang hasil industri menengah yang
padat karya. Produk tersebut mempunyai daya saing yang kuat misalnya sepatu,
perhiasan, tekstil (busana), mainan anak-anak dan lain sebagainya. Oleh karena
itu salah satu upaya yang penting dalam pengembangan sektor industri ini selain
penguasaan teknologi adalah kreatifitas dalam hal . menciptakan sesuatu yang
baru. Dalam keadaan seperti ini, peranan desain dalam industri menjadi sangat
penting. Dengan demikian diharapkan produk-produknya dapat memenuhi tuntutan
pemakai (konsumen) dan pasarnya, baik dalam maupun luar negeri.
Dengan semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi, transportasi dan
persaingan produk. Oleh karena itu kreatifitas dalam penciptaan desain untuk
menghasilkan produk baru semakin meningkat pula, sehingga mempunyai dampak
mening¬katkan produktivitas dan nilai tambah yang diperoleh dan kegiatan
industri. Dalam menghadapi persaingan pasar, terjadi pula cara-cara yang tidak
sehat dan tidak wajar melalui pembajakan atau peniruan desain. Hal ini terutama
dialami oleh sektor industri kecil/ menengah dan kerajinan rakyat yang sedang
berkembang di Indonesia. Dalam keadaan seperti ini diperlukan peranan
pemerintah dalam hal menentukan kebijaksanaannya, terutama dalam perlindungan
hukum terhadap desain produk industri. Sehubungan dengan itu perlu kiranya dikaji
mengenai pelaksanaan peraturan dan Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang
Perindustrian dan No. 12 tahun 1997 tentang Hak Cipta.
II.
Peranan Desain dalam Industri
Dalam sejarah
negara-negara maju terbukti bahwa perkembangan ekonomi yang berhasil disebabkan
karena mereka mengembangkan sektor per¬tanian dan indusrti. Perkembangan kedua
sektor ini dimungkinkan berkat memanfaatkan teknologi yang tepat dan
sumber-sumber alam yang dimiliki. Keberhasilan disektor industri tidak hanya
ditunjang oleh kedua faktor tersebut, tetapi perlu ada komponen lain terutama
didalam menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat. Dengan demikian produk
industrinya harus memberikan nilai tambah yang tinggi dan efesien. Seperti
disebutkan dalam UU No, 17/97 tentang perindustrian, yaitu:
"Industri adalah kegiatan ekonomi
yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk
kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Berdasarkan pengertian
industri, maka komponen yang dapat meningkatkan nilai tambah yang lebih tinggi
sebenar¬nya adalah Vesaini. Karena melalui suatu rancangan (desain) diharapkan
dapat mengembangkan produk dan memberikan penampilan yang khusus, sehingga
produk tersebut dapat menurut T. Ariwibowo (1989), pengertin desain produk
industri desain produk industri, yaitu merupakan salah satu bentuk dari hak
milik intelektual (intelectual property right) adalah ciptaan tentan bentuk
konfigurasi atau pola dua dimensi atau tiga dimensi, di sertai atau tidak
disertai oleh garis atau warna yang dapat memberikan penampilan khusus pada
suatu hasil/ produk industri. Sebagai komoditi yang ditawarkan unsur pelayanan
(produk tersebut kepada pengguna) sangat penting. Pelayanan tersebut meliputi
pelayanan fisis dan psikhis, bahwa desain hams fungsional, aman dan nyaman bila
dipakai, daya gunanya dapat diandalkan (Buchori, 1989: 7).
Oleh karena itu desain
mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia, sebab akan memberikan
makna/arti bagi pemakai produk. Terutama dapat menambah pengalaman estetis dan
memberikan perasaan senang, bangga dan relatif tidak cepat bosan. Dengan
demikian pemakai akan merasa puas apabila produk yang dipakainya memenuhi nilai
praktis, estetis dan ekonomis. Sedemikian pentingnya peranan desain dalam suatu
proses penciptaan produk akan selalu berkaitan dengan masalah pemakai
(konsumen). Seperti yang disebutkan oleh Colin Clipsin (1989) dalam artikel
yang berjudul The Next Design Decades sebagai berikut:
Merancang berarti menterjemahkan
kebutuhan-kebutuhan, tujuan dan
gagasan pemakai, sesuai dengan
spesifikasi teknologi, ekonomi, sosial, lingkungan, ergonomi dan gaya serta
mempertimbangkan kegunaan
produk, pelayanan/jasa atau lingkungan
yang mengacu pada pasar dan pemakai tertentu. (Clipson, 1989: 43)
Dalam kegiatan
merancang dan mengembangkan produk industri terdapat beberapa faktor yang hams
dipenuhi. Faktor-faktor tersebut adalah merupakan masalah yang hams dipecahkan
dalam rangka pelaksanaan proses desain produk industri. Di antara faktor yang
hams diperhatikan dalam proses desain adalah sebagai berikut:
- Usability
(dapat dipakai/digunakan)
- Producapability
(dapat diproduksi)
- Marketability
(dapat dipasarkan)
- Estetika
(daya tank estetis)
- Profitability
(dapat memberi keuntungan)
- Dampak
sosial/lingkungan
Dengan diperhatikannya
faktor-faktor yang dikemukakan di atas, maka desain lebih berperan dalam
memecahkan masalah produk industri. Oleh karena itu desain berarti komponrn dan
inovasi teknologi dalam industri, yaitu kemampuan untuk melakukan perbaikan,
penyempurnaan atau pengembangan produk yang sudah ada. Dengan demikian produk
tersebut akan saja lebih tinggi kualitas¬nya, lebih bagus desainnya tetapi
harganya juga dapat terjangkau masyarakat. Dengan terpenuhinya beberapa
persyaratan yang hares diperhatikan dalam proses desain produk industri, maka
sekaligus akan meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap produk tersebut.
Karena masyarakat semakin selektif dalam memilih produk kebutuhan yang sesuai
dengan seleranya. Dengan demikian produk industri yang baik (mengandung nilai/
kaidah pada desainnya) akan membentuk perilaku dan pola kehidupan masyarakat.
Di antara peranan desian dalam produk industri dapat dilihat dalam kehidupan
sehari¬hari seperti pada perancangan sepatu, tekstil/busana, perhiasan dan
lain-lain. Pendekatan desainnya lebih menekan¬kan kepada segi visual (estetika)
untuk mencapai totalitas bentuk yang sesuai dengan misi produk yang diinginkan
atau memperbaiki (menyempurnakan) bentuk produk yang ketinggalan zaman.
Keberhasilan suatu produk dalam menghadapi persaingan yang semakin tajam baik
dipasaran domestik maupun internasional sangat tergantung pad mutu disainnya.
Di samping peranan para perancang (desainer) dalam menciptakan desain yang
kreatif, inovatif, dan ekonomis merupakan sumbangan yang sangat besar artinya.
III.
Perlindungan Hukum terhadap Kriya
dan Desain Produk Industri
Sebagaimana dikemukakan
bahwa `desain' merupakan salah satu bentuk ciptaan dari hak milik intelektual.
Oleh karena itu perlu perlindungan hukum kepada desain produk industri untuk
mendorong para pencipta agar mengembangkan aktivtias kreativitasnya. Dengan memberikan
hak ekslusif kepada pencipta desain dimaksudkan untuk menghindari dari gangguan
orang yang memanfaatkan ciptaannya melalui peniruan atau pembajakan. Dalam
upaya perlindungan milik intelektual pemerintah Indonesia telah mengambil
kebijaksanaan, di antaranya adalah peraturan UU No. 14/97 tentang Perindustrian
dan UU no. 12/97 tentang Hak Cipta. Dalam. UU No. 14/97 termuat ball yang
mengatur desain produk industri, yang berbunyi:
Desain produk industri mendapat
perlindungan hukum yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya dikemukakan:
Barang siapa dengan sengaja tanpa
hak melalukan peniruan desain produk
industri sebagaimana dimaksud dalam pasal di atas, dipidana penjara
selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000.000,-
(Sepuluh Juta Rupiah). Hal ini dimaksudkan agar para pencipta desain dapat
memanfaatkan kreasinya dalam jangka waktu tertentu dan melarang orang lain
memakai atau melaksanakan desain termaksud. Sebagai landasan berfikir dari
pemberian perlindungan terhadap desain produk industri adalah mengingatkan
adanya keterkaitan erat antara desain dan industri. Hal ini dapat disimak dari
kedua kepentingan nya seperti suatu
produk hasil olahan industri pada dasarnya ditujukan untuk memenuhi atau kepuasan
konsumen. Dengan demikian produk industri tersebut hams mempunyai nilai pakai
(kegunaan), estetis dan harganya dapat terjangkau. Suatu desain untuk produk
industri yang dikembangkan dalam usaha untuk memperbaik kualitas dan
memperhati¬kan selera konsumen. Bukan saja memberikan nilai tambah tetapi akan
mampu juga menjadi penunjang industri yang dapat menghemat waktu dan biaya, di
samping itu dapat meningkatkan produktifitas yang diperoleh dari kegiatan
industri tersebut.
Undang-undang No. 12/97
tentang Hak Cipta, adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menuruc per¬undang-undangan yang
berlaku. Tentang pencipta telah diatur sebagai berikut:
Pencipta adalah seorang atau beberapa
orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan
berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan dan keahlian yang
dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Adapun yang dimaksud dengan hasil
ciptaan adalah hasil karya pencipta dalam bentuk khas apapun juga dalam
lapangan ilmu, seni dan sastra.
Desain sebagai karya
seni terapan yang diciptakan berdasarkan kemampuan berpikir, imajinasi,
keterampilan dan keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk produk akan
memberikan penampilan yang khas, sedangkan istilah pencipta adalah perancang
(desainer) yang membuat ciptaan tersebut. Dengan ketentuan bahwa desainer hams
menciptakan sesuatu yang ash dalam arti tidak meniru. Mengenai jangka waktu hak
cipta yang ditentukan adalah berlaku selam hidup pencipta dan terus berlangsung
hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia.
Sanksi atas pelanggaran
hak cipta diatur dalam Bab VI pasal 44 ayat 1 sebagai berikut:
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa
hak mengumumkan atau memperbanyak ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana
dengan penjara peling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.100.000.000,- (seratus juta rupaih).
dan pada ayat 2 ditegaskan:
Barang siapa dengan sengaja menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang
hasil pelanggaran hak cipta sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1) dipidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah).
Ketentuan di atas
dimaksudkan untuk memberikan ancaman pidana dan denda yang lebih berat
dibandingkan dengan Sanksi pada UU No. 14/97. Sebagai salah satu upaya
penangkal pelanggaran hak cipta dan ketentuan UU Hak Cipta pada umumnya serta
lebih melindungi pemegang hak cipta. Berbeda dengan hak cipta yang dimiliki
oleh pencipta dengan membuat karya dibidang ilmu pengetahuan, kesenian dan
susasteraan. Hak Paten atas suatu penemuan dibidang teknologi adalah suatu hak
yang diberikan oleh pemerintah (Kantor Paten) kepada si penemu atas
permintaannya. Hak khusus yang diberikan kepada si pemegang paten itu ruang
lingkupnya dibatasi, di antaranya ketentuannya adalah sebagai berikut:
Hak paten hanya berlaku terhadap
perbuatan-perbuatan untuk tujuan¬-tujuan industri dan perdagangan dan tidak
berlaku terhadap perbuatan-perbuatan di luar tujuan tersebut.
Hak paten tidak berlaku terhadap
penggunaan barang-barang yang sudah diedarkan dalam pasaran di dalam negeri
oleh si pemegang paten atau pemegang lisensinya (BPHN, 1978: 186).
Berdasarkan uraian di atas jelaslah
bahwa desain produk indusri mendapat perlindungan hukum termasuk para pencipta
(desanernya) mendapat hak cipta. Oleh karena itu diharapkan agar masyarakat
industri menyadari bahwa peniruan atau pembajakan adalah perbuatan kriminal
yang melawan hukum. Namun masalahnya bagaimana pelaksanaan peraturan tersebut
pada sektor industri kecil/menengah dan kerajinan rakyat khususnya.
IV.
Kriya, Desain dan UU Perindustrian/
UU Hak Cipta pada Industri Kecil/ Menengah
Apabila diperhatian
sejarah perkem-bangan sektor industri di Indonesia, maka sebenarnya kita masih
tergolong negara dalam proses industrialisasi. Namun sebagai negara yang
bersifat agraris, Indonesia telah melakukan kegiatan `industri' sejak kurun
waktu yang cukup lama, yaitu kerajinan rakyat (tradisional)/kriya. Pada
kerajinan seperti ini terdapat kegiatan `desain' tradisional yang hidup sejak
sebelum penjajahan hingga sekarang. Dengan demikian beberapa hasil kerajinan
tersebut memiliki nilai budaya yang perlu dipertahankan dan dilestarikan.
Karakteristik ini merupakan warisan bangsa Indonesia yang mungkin tidak
dimiliki oleh bangsa-bangsa lain. Hampir di setiap wilayah Indonesia mempunyai
ciri-ciri khas daerahnya masing-masing. Hal ini merupakan peluang yang sangat
besar bagi pengemban.gan desain di Indonesia dengan berbagai penyesuaian.
Berdasarkan perkembangan sektor industri
yang ada selama ini di Indonesia. Secara garis besar jenis industri dibagi
menjadi 8 macam, yaitu:
industri semen
industri pulp dan kertas industri mesin
dan mesin listrik, kendaraan bermotor
industri kimia dasar aneka industri
industri kecil (Informasi Industri,
1988: 22 - 23).
Menurut. Soeharsono Sagir (1989)
terdapat 4 kelompok industri di Indonesia, yaitu:
industri kimia dasar
industri mesin dan logam dasar aneka
industri
industri kecil
Dari sekian banyak
jenis industri yang kemungkinan dapat dikembangkan terutama jenis aneka industri
dan industri kecil. Karena produk hasil industri tersebut mempunyai potensi
pemasaran yang cukup memuaskan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Dengan demikian pada jenis industri semacam ini desain mem¬punyai potensi untuk
dapat dikembang¬kan, terutama produk kriya.
Sesuai dengan
karakteristik industri kecil itu sendiri yang memiliki berbagai keterbatasan
dan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh. Oleh karena itu pengembangan
sektor industri kecil dan seni kerajinan (kriya) rakyat dilaksanakan secara
terpadu dengan memanfaatkan seumber daya dan potensi yang dimiliki oleh
masyarakat. Selain sifatnya yang tidak modal karya tetapi padat karya, maka
digunakan teknologi madya (sederhana) yang tepat guna yang sesuai dengan
kemampuan daya serap perajin.
Sehubungan dengan
pengembangan sektor industri melalui pemanfaatan desain sebagai peluangnya.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah perlunya perlindungan hukum dan
hak cipta bagi desain dan para pencitanya. Karena beberapa perusahaan dan
kelompok industri kecil/menengah telah berhasil mengembangkan produknya melalui
pengbangan `desain' secara tradisional dengan berbagai penyesuaian seperti
teknologinya atau pengembangan ke arah modern (masa kini) dan multi fungsi.
Kebanyak produk yang dibuat adalah keperluan sehari-hari (consumer goods)
seperti tekstil/busana, sepatu dan produk kulit, perhiasan atau alat-alat rumah
tangga yang lebih menekankan pendekatan desainnya kepada aspek visual
(estetik).
Berdasarkan basil
pengamatan didua perusahaan yang tergolong pada jenis industri kecil dan
kerajinan. Ternyata mereka mengandalkan desain sebagai ujung tombak perusahaan
untuk keberhasilan pemasaran produknya. Sebagai contoh adalah DoddieCraft yang
bergerak dibidang tekstil dan craft telah membentuk unit desain. Di samping
perusahaan sepatu dan kulit Hasna Cibaduyut telah membuat tim desain yang
terdiri dan desainer produk, teknisi dan pemasaran dalam usaha mengambangkan
desain produk dan sisa bahan kulit yang dapat memberikan nilai tambah. Kedua perusahaan
tersebut juga telah membentuk unit R&D sebagai sarana untuk meningkatkan
mutu bahan, teknis, desain dan pemasaran produk. Pendekatan dan strategi desain
yang dilakukan oleh kedua perusahaan, yaitu berorientasi kepada pemakai dan
pasar produknya bersifat eksklusif untuk memperoleh segmen pasar tertentu.
Menurut UU No. 14/97
tentant per-industrian dijelaskan bahwa desain-desain yang diciptakan telah
mendapat perlindungn hukum selama desain yang diciptakan itu ash artinya bukan
tiruan. Tetapi umumnya mereka tidak men¬daftarkan desainnya untuk mendapat¬kan
hak cipta. Perusahaan-perusahaan ini cenderung memanfaatkan perubahan selera
dengan menciptakan desain produk yang barn. Oleh karena itu tidak begitu
memperdulikan adanya peniruan atau pembajakan. Bahkan mereka memanfaatkan
suasana per-saingan seumber ide untuk inovasi produk.
Permasalahan atau kasus yang ditemukan
di perusahaan yang termasuk jenis industri kecil seperti halnya DoddieCraft
dalam pelaksanaan UU No. 12/97, tentang Hak Cipta adalah:
a. Ide
dasar dari desainnya bersumber dan tekstil tradisional, misalnya celup ikat dan
batik.
b. Desain
dikerjakan secara tim dengan pelaksanaannya orang lain, atau tim itu sendiri.
c. Pencipta
(desainer) terikat oleh hubungan kerja di perusahaan.
Untuk memecahkan masalah-masalah di atas
perlu kiranya dikaji pasal demi pasal dari UU tentan Hak Cipta. Misalnya untuk
kasus yang pertama (a), maka disebutkan bahwa:
(1) Negara memegang hak cipta atas karya
peninggalan prasejarah dan benda budaya nasional lainnya.
(2) a. Hasil kebudayaan rakyat yang
menjadi milik bersama seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu,
kerajinan tangan, koreografi dan karya seni lainnya dipeliara dan dilindungi
oleh negara.
b. Negara memegang hak cipta atas
ciptaan tersebut pada ayat 2.a. terhadap luar negeri.
Kasus ini muncul karena
salah satu dan misi perusahaan adalah mengembangkan "desain"
tradisional. Dengan demikian jika DoddieCraft berusaha melestarikan benda
budaya tersebut melalui pengembangan atau memperkaya kebudayaan sendiri serta
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia, maka tidak menolak
kemungkinan unsur-unsur barn selama menuju kearah adab, budaya dan persatuan.
Karena karya seni tradisional dan kerajinan tangan adalah merupakan kekayaan
bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah. Seperti antara lain batik,
seni songket, ikat dan lain-lain yang dewasa ini ber¬kembang dan dimodernisasi
ciptaannya.
Untuk kasus kedua (b) tentang "tim
desain", maka dijelaskan bahwa:
Suatu ciptaan terdiri dan beberapa bagian
tersendiri yang diciptakan dua orang atau lebih, maka yang dianggap sebagai
pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan
itu, atau jika tidak ada orang itu, orang yang menghimpunnya, dengan tidak
mengurangi hak cipta masing-masing atas bagian ciptaannya.
Mengenai siapa penciptanya maka
berdasarkan UUHC, walaupun desian tersebut diciptakan secara bersama-sama oleh
lebih dari seseorang, shingga tercipta suatu desain yang utuh. Hak cipta atas
ciptaan tersebut tetap hanya satu, mereka semua mempunyai hak dan kewajiban
untuk membela hak cipta tersebut. Dengan demikian perlu diperhatikan jika dalam
mencipta yang terdiri dari dua orang atau lebih. Sedini mungkin hendaknya
dibuat perjanjian yang memuat hak dan kewajiban masing-masing.
Tentang pelaksana desain, disebutkan
bahwa:
Jika suatu ciptaan yang dirancang
seseorang, diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain dibawah pimpinan dan
pengawasan orang yang merancang, maka penciptanya adalah orang yang merancang
ciptaan itu.
Sebagai contoh kelanjutan dan
pelaksanaan desain busana adalah proses pertenunan dan penjahitan. Oleh karena
itu orang yang menenun dan menjahit bahan bukanlah sebagai pencipta, karena
mereka bekerja dibawah pengawasan desainer tekstil/ tim desainer.
Untuk kasus ketiga (c), tentang pencipta
yang terikat hubungan kerja, ditegaskan bahwa:
Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan
kerja dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, maka pihak yang membuat
karya cipta itu sebagai pencipta adalah pemegang hak cipta, kecuali apabila'
diperjanjikan lain antara kedua pihak.
Dengan munculnya kasus ini karena di
DoddieCraft bekerja beberapa orang desainer tekstil yang menciptakan desain
dalam statusnya sebagai karyawan perusahaan (dalam rangka hubungan kerja).
Dengan demikian pihak penciptannya adalah desainer tekstil sebagai pemegang hak
cipta, kecuali kalau ditentukan lain dengan perjanjian.
Dan uraian yang telah dikemukakan di
atas, maka segala permasalahan (kasus) yang dihadapi oleh para perusahaan di
lingkungan industri kecil khususnya di DoddieCraft dapat diatasi, yaitu melalui
ketentuan-ketentuan yang diatur pada UU No. 12/97 tentang Hak Cipta. Meskipun
masing ada permasalahan khusus bagi perusahaan tekstil, yaitu ketentuan yang
mengatur mengenai adanya perubahan desain tekstil yang relatif lebih cepat,
dibandingkan dengan perubahan desain produk kebutuhan manusia yang lainnya.
Hanya masalah¬nya apakah para pengusaha sudah menyadari akan pentingnya hak
cipta?. Di samping apakah mereka telah berusaha untuk mendaftarkan desain
ciptaannya dengan mengajukan permohonan kepada Menteri Kehakiman dan HAM. Untuk
mendapatkan pengesahan atas isi, arti atau bentuk dari ciptaan yang
didaftarkan.
V.
Penutup
Dalam mengamati perkembangan kriya,
desain dan industri di Indonesia, maka khususnya pada sektor industri kecil
prospeknya terbuka luas untuk meningkatkan komoditi ekspor maupun domestik.
Kreatifitas pencipta kriya dan desain dalam menghasilkan produk¬produk baru
semakin meningkat dengan mengembangkan potensi dan kemampuan yang ada. Oleh
karena itu untuk memberikan dorongan kepada pencipta dalam mengembangkan
aktifitas kreatifitasnya, diperlukan perlindungan hukum terhadap desain dan
penciptanya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari dari gangguan orang lain
yang memanfaatkan ciptaannya melalui peniruan atau pembajakan.
Pemerintah Indonesia telah berusaha
menentukan kebijaksanaannya untuk memberikan perlindungan hukum bagi desain dan
penciptanya sesuai dengan kepentingan nasional. Di antara kebijaksanaan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah adalah UU No. 14/97 tentang perlindungan
Perindustrian dan UU No. 12/97 tentang Hak Cipta. Perlindungan ini diberikan
terhadap desain produk industri dengan memberikan hak khusus kepada pencipta
desain untuk memanfaatkan kreasinya dalam jangka waktu tertentu. Sistemnya
diarahkan agar hak yang diberikan kepada pencipta tidak bertentangan atau
merugikan masyarakat.
Namun selama ini masih terdapat
masalah-masalah sehubungan dengan belum dipahaminya pengertian dan kurang
berkembangnya kesadaran di masyarakat. Terutama mengenai konsep hukum dan norma
moral perlindungan milik intelektual, untuk itu masih memerlukan waktu. Salah
satu faktornya adalah karena dalam lingkungan industru kecil/menengah khususnya
masih taraf berkembang, dan kerajinan rakyat dengan `desain' tradisional ke
arah teknologi tepat¬guna/madya dan terebosan baru. Dengan demikian masalah
perlindungan hukum bagi desain dan penciptanya belum begitu terperhati¬kan.
Khususnya untuk kriya dan desain yang
bersifat tradisional dan erat kaitannya dengan nilai budaya daerah serta desain
tekstil yang perubahannya relatif cepat. Sistem perlindungannya masih
memerlukan pengaturan tersendiri, di samping perlunya penyebar luasan informasi
tentang perlindungan hukum bagi desain dan penciptanya. Dengan adanya
permasalahan (kasus) yang dihadapi oleh para pengusaha industri kecil/ menengah
diharapkan dapat memper¬jelas dan memecahkan masalah¬masalah yang berhubungan
dengan pelaksanaan Undang-undang Hak Cipta. Dengan demikian masyarakat
produsen, khususnya industri kecil/ menengah akan menyadari pentingnya
perundang-undangan yang berlaku, serta dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.
Sumber: Rizali, Nanang (2002)
KRIYA,DESAIN DAN INDUSTRI KECIL/MENENGAH (Kasus Undang-Undang Perindustrian dan
Hak Cipta). Wacana Seni Rupa, 2 (5). pp. 1-15. ISSN 1411-4852